HARIAN MERAPI - Serangan Israel terjadi tak hanya di kawasan Jalur Gaza, tapi juga Lebanon.
Mereka menggempur Lebanon secara membabi buta, hingga berakibat jatunya korban sipi, baik perempuan maupun anak.
Terkait kejadian tersebut, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati pada Sabtu mengatakan negaranya dalam keadaan perang akibat ancaman dan serangan dari Israel.
Baca Juga: Ini Tiga Menteri Jokowi yang Disiapkan PDIP untuk Pilkada Jakarta 2024
"Ancaman yang kita hadapi seperti perang psikologi. Pertanyaan semua orang adalah 'apakah itu perang?' Ya, kita dalam keadaan perang. Akibat serangan Israel, ada banyak korban tewas dari pihak sipil dan non sipil dan desa-desa yang hancur," kata Mikati dalam pernyataan pada Sabtu.
Pada 18 Juni, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan bahwa pihaknya telah menyetujui rencana operasional serangan di Lebanon. Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz kemudian mengatakan bahwa Israel "sedikit lagi" memutuskan untuk "mengubah aturan" terhadap Hizbullah dan Lebanon, mengancam akan menghancurkan gerakan tersebut "dalam perang habis-habisan" dan "memukul keras" Lebanon.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan bahwa gerakan tersebut dapat menyerang Israel utara jika konfrontasi semakin meningkat.
Situasi di perbatasan Israel-Lebanon memburuk setelah dimulainya serangan militer Israel di Jalur Gaza pada Oktober 2023.
Baca Juga: Harmony Auto Berencana Ekspansi Jaringan Dealer BYD di Indonesia
IDF dan pasukan Hizbullah saling baku tembak di kawasan sepanjang perbatasan setiap hari.
Kementerian Luar Negeri Lebanon mengatakan sekitar 100.000 orang harus meninggalkan rumah-rumah mereka di wilayah perbatasan, sementara Kemenlu Israel mengatakan sebanyak 80.000 warganya harus melakukan hal yang sama.*