Workshop Penulisan Buku Asal Usul Penamaan Padukuhan diikuti 30 penulis, ini harapan Kepala Dinas Kebudayaan Sleman

photo author
- Kamis, 7 Maret 2024 | 10:00 WIB
Sebagian panitia dan peserta Workshop Penulisan Buku Asal Usul Penamaan Padukuhan yang diprakarsai Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) Sleman. ( Foto: Sulistyanto)
Sebagian panitia dan peserta Workshop Penulisan Buku Asal Usul Penamaan Padukuhan yang diprakarsai Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayaan) Sleman. ( Foto: Sulistyanto)



HARIAN MERAPI- Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman memprakarsai penulisan buku asal usul penamaan (toponimi) padukuhan yang ada di Sleman.

Seperti dua tahun sebelumnya, pada 2024 ini penulisan toponimi padukuhan melibatkan 30 penulis, terutama berasal dari anggota Paguyuban Sastra Budaya Jawa (Pasbuja) Kawi Merapi dan Forum Guru Sleman Menulis.

Sebagai langkah awal, segenap penulis buku toponimi (edisi ketiga) diundang mengikuti Workshop Penulisan Buku Asal Usul Penamaan Padukuhan di Ayem Ayem Coffee Sleman, Rabu (6/3/2024).

Baca Juga: Begini sepak terjang Polo Srimulat di dunia komedi

Adapun pemateri yang dihadirkan dalam workshop tersebut terdiri dari, Sutopo Sugihartono (Ketua Umum Pasbuja Kawi Merapi), Budi Sarjono (Penulis) dan R Toto Sugiharto (Penulis).

Sutopo dengan makalahnya berjudul, Menulis Toponimi Berbasis Sejarah dan Budaya mengungkapkan, menulis asal usul nama tempat (toponimi) harus mengetahui sejarah apa yang telah terjadi sebelumnya.

“Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu, dan dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan pada masa peristiwa itu terjadi,” terangnya.

Guna pengungkapan kembali sejarah, asal-usul maupun cerita rakyat yang berkembang di tengah masyarakat metode 5W+1H (What, Who, Where, When, Why + How) penting diterapkan.

Baca Juga: Irish Bella Tak Masalah Jika Ammar Zoni Hanya Mampu Nafkahi 500 Ribu Per Bulan

Selain itu juga perlu menerapkan Jurnalistik Partisipasi, sehingga penulis akan bisa menggambarkan suasana padukuhan, kehidupan masyarakat hingga sarana-prasarana yang ada saat ini.

“Adapun peyajian tulisan bisa berdasarkan piramida terbalik, setelah judul ada teras, badan dan diakhiri penutup. Sedangkan kunci menulis, salah satunya dengan menata paragraf,” ungkap Topo.

Lain halnya dengan Budi Sardjono, makalah yang disampaikan dalam workshop tersebut bertema, Cerita di Balik Nama. Ditegaskan Budi, di wilayah Sleman, banyak padukuhan punya nama unik.

Bahkan tak sedikit pula nama padukuhan dikaitkan dengan peristiwa tertentu, misalnya peristiwa Perang Diponegoro, Perang Kemerdekaan, Perang Trunojoyo dan sebagainya.

“Maka penulis harus bisa menemukan bekas peninggalan dari peristiwa tersebut, antara lain sisa bangunan, makam, petilasan dan cerita dari nara sumber yang dapat dipercaya,” tandasnya.

Baca Juga: Pembuktian Sengketa PHPU, Suhartoyo Tegaskan Hakim MK Tak Boleh Cawe-cawe

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X