Ini kunci agar gen milenial dan Z betah bekerja menurut pakar, biasanya mereka mobilitas tinggi namun loyalitas rendah.

photo author
- Senin, 27 Oktober 2025 | 11:00 WIB
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya (UAJ) Prof Dr Sylvia Diana Purba SE ME pada pengukuhannya sebagai guru besar di Jakarta, Rabu (21/10/2025). ( ANTARA/HO-UAJ)
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya (UAJ) Prof Dr Sylvia Diana Purba SE ME pada pengukuhannya sebagai guru besar di Jakarta, Rabu (21/10/2025). ( ANTARA/HO-UAJ)

"Kondisi ini berbanding terbalik dengan generasi sebelum mereka yakni X dan baby boomers yang cenderung memiliki komitmen kuat dan loyalitas tinggi," tutur dia.

Kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi kelangsungan organisasi. Hal itu dikarenakan rendahnya komitmen organisasi akan meningkatkan "turnover", biaya rekrutmen, pelatihan, serta menurunkan produktivitas.

Baca Juga: Kim Won-ho/Seo Seung-jae Terlalu Tangguh, Fajar/Fikri Runner-up French Open 2025

Apalagi generasi Y dan Z yang cenderung menempatkan kepentingan pribadi di atas loyalitas organisasi, sehingga ketika nilai individu tidak sejalan dengan perusahaan, keputusan untuk keluar lebih cepat diambil.

"Tentu saja, ini berbahaya karena melemahkan kohesi tim, budaya organisasi, serta keberlangsungan strategi jangka panjang, termasuk ketersediaan talenta internal untuk suksesi kepemimpinan," jelas dia lagi.

Generasi milenial dan Z cenderung tidak terlalu mau berkarya jangka panjang, jika nilai-nilai yang dianut tidak sama dengan perusahaannya.

Hasil studi yang dilakukannya, menunjukkan penerapan kerja hibrida dapat berpengaruh positif signifikan pada komitmen generasi Y dan Z. Sejumlah responden melaporkan peningkatan keseimbangan hidup, fleksibilitas, serta kenyamanan kerja meskipun kebijakan perlu memastikan keadilan bagi yang tidak dapat bekerja hibrida. Preferensi tersebut juga dipengaruhi kondisi metropolitan Jakarta, khususnya kemacetan, sehingga kerja hibrida dinilai efisien dan hemat biaya.

Meski demikian, sistem kerja itu juga memiliki tantangan diantaranya, kelelahan karyawan kerap muncul akibat kaburnya batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, beban kerja berlebih, serta tekanan dari penggunaan teknologi yang intens, ditambah minimnya dukungan sosial yang memicu rasa isolasi.

Baca Juga: Libas Crystal Palace 1-0, Arsenal Kokoh di Puncak Klasemen Liga Inggris

Tantangan berikutnya yakni hambatan komunikasi menjadi masalah utama, mulai dari ketimpangan informasi antara pekerja remote dan on-site, potensi kesalahpahaman akibat komunikasi berbasis teks, hingga melemahnya rasa kebersamaan yang berdampak pada kolaborasi tim.

Selanjutnya, adaptasi tenaga kerja masih menjadi kendala karena resistensi terhadap perubahan, kesenjangan generasi dalam menguasai teknologi, serta keterbatasan akses fasilitas digital yang mengurangi efektivitas kerja.

 

Sumber Daya Manusia

Menurut dia, sistem kerja hibrida bukan sekadar tren, melainkan strategi berkelanjutan untuk menjaga kesejahteraan, komitmen, dan keberlanjutan karyawan lintas generasi. Namun perlu dibuat regulasi dari pemerintah terkait sistem kerja hibrida tersebut.

Sylvia Diana Purba menyelesaikan pendidikan sarjana pada program studi Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara, kemudian meraih gelar magister dari Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia dan gelar doktor dari Ilmu Manajemen Universitas Diponegoro.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Sumber: ANTARA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X