HARIAN MERAPI- Kementerian Komdigi sedang mengawal penerapan fitur ramah anak oleh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Anak-anak harus dilindungi dari konten-konten berbahaya, sehingga harus terus dipantau.
"Ini bukan hanya tugas pemerintah atau orang tua, tapi juga PSE sebagai penyedia platform. Mereka wajib menyediakan fitur yang melindungi anak dari konten berbahaya," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kemkomdigi Fifi Aleyda Yahya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, baru-baru ini.
Hal itu dia katakan saat menghadiri forum Beranda Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) ke-40 bertajuk "Menciptakan Ruang Digital yang Aman bagi Anak", Jumat di Jakarta.
Fifi menegaskan bahwa PSE harus turut bertanggung jawab untuk menciptakan ruang digital yang aman bagi anak, agar sejalan dengan penegakan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas).
Data terakhir menunjukkan sekitar 80 juta anak di bawah 18 tahun di Indonesia aktif menjelajahi dunia digital.
PP Tunas, yang resmi berlaku sejak 28 Maret 2025, dirancang untuk melindungi generasi muda dari risiko seperti perundungan di dunia siber, adiksi, dan eksploitasi data. Salah satu aturan utama adalah pembatasan usia pembuatan akun media sosial.
"Dengan menunda akses ke platform tertentu, anak tetap bisa mengeksplorasi internet tanpa terpapar dampak negatif," jelas Fifi.
Baca Juga: Agresivitas anak-anak dan remaja muncul karena belajar dari lingkungan sosialnya
Kemkomdigi pun mengapresiasi langkah sejumlah PSE yang telah memblokir fitur berisiko bagi anak, seperti live streaming dan pembuatan akun tanpa verifikasi usia.
"Kolaborasi antara pemerintah, PSE, dan masyarakat sangat krusial untuk memastikan implementasi PP Tunas berjalan optimal," tambah Fifi.
Pakar Hukum Digital Universitas Atma Jaya Indri D. Saptaningrum menyebut PP Tunas sebagai respons progresif pemerintah terhadap dinamika teknologi.