HARIAN MERAPI- Teknologi di bidang kedokteran berkembang sangat cepat, termasuk metode operasi.
Kini telah hadir metode operasi tiroid yang selain aman juga minim bekas luka.
Hal tersebut diungkap dokter spesialis bedah konsultan onkologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dr. Erwin Danil Yulian Sp.B (K) Onk dalam diskusi mengenai penanganan tiroid yang diikuti secara daring, Rabu.
Baca Juga: Kanwil DJP DIY Gelar Pajak Bertutur 2024 di SMA Teladan Yogyakarta
Ia mengatakan ada beberapa pilihan metode operasi tiroid yang aman dan minim bekas luka yang bisa menjadi pertimbangan pasien jika mengalami pembengkakan kelenjar tiroid.
“Secara konvensional yang sering dilakukan zaman dulu sampai sekarang bekasnya di depan, sekarang kita punya teknologi yang menyembunyikan bekas operasi sehingga bisa disembunyikan yakni di daerah ketiak, di belakang telinga, bahkan di dalam rongga mulut sehingga bekasnya tidak terlihat jadi tersamarkan,” kata Erwin
Erwin mengatakan tiga metode operasi tiroid ini untuk mengambil kelenjar tiroid yang akan diangkat, bisa hanya satu sisi atau kedua sisinya sekaligus.
Metode operasi dengan teknologi yang bisa menyamarkan luka ini sangat berguna bagi seseorang yang memiliki risiko timbul keloid pasca sayatan operasi dan bagi pekerja yang harus memperhatikan penampilan khususnya area leher.
Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan meskipun aman, operasi tiroid juga memiliki beberapa efek samping pasca operasi seperti 5 sampai 10 persen pasien akan mengalami suara serak karena gangguan saraf namun tidak terlalu lama dan bisa dilatih.
Gangguan ini bisa terjadi jika tumor sudah terlalu besar, lengket, dan mengganas sehingga operasi semakin sulit dan mudah cedera.
Selain itu, efek samping lainnya adalah gangguan pada kalsium yang menurun sehingga mudah kram dan kesemutan jika dilakukan operasi pengangkatan dua sisi tiroid.
Erwin mengatakan, orang-orang yang memiliki risiko tinggi terkena tumor pada kelenjar tiroid adalah adanya gangguan suara serak diikuti benjolan di sisi kanan dan kiri leher, mereka yang bekerja di lingkungan dengan radiasi tinggi dengan fasilitas berbasis nuklir, dan remaja usia di bawah 20 tahun yang berisiko tinggi untuk suatu keganasan.
“Artinya harus lebih care dan waspada jika ada benjolan di usia remaja itu harus cepat diperiksakan,” katanya.