Dengan tangki kasih yang selalu penuh, anak akan mudah belajar, termasuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan lingkungan baru lainnya, sehingga potensi dirinya dengan mudah dimaksimalkan untuk dikembangkan.
Dengan memiliki jiwa yang damai dan tenang, si anak akan untuk belajar secara fokus.
Secara kesehatan, anak yang fisik dan jiwanya tumbuh secara aman dan damai juga berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Mereka akan memiliki kekebalan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang jiwanya kosong dari energi cinta kasih dari orang tuanya.
Secara sosial, anak-anak yang berasal pola pengasuhan yang damai, kelak akan menjadi pribadi-pribadi yang menyenangkan, si anak mudah beradaptasi di tempat mana pun. Bahkan, jika si anak memiliki bakat kepemimpinan akan lebih maksimal melaksanakan tugas mengelola organisasi yang dipimpinnya.
Kehidupan dengan segala dinamikanya memerlukan jiwa-jiwa yang tangguh. Anak yang interaksi fisik dan jiwanya dengan orang tua bagus akan tumbuh dengan persepsi diri yang bagus pula. Anak dengan persepsi diri yang bagus mudah beradaptasi dan mudah menyikapi dinamika kehidupan serumit apapun.
Peran guru
Mengubah sistem sosial tentu tidak mudah, termasuk mengubah pola berpikir orang tua dengan kebiasaan mulai menjaga jarak dengan anaknya ketika si anak dianggap sudah besar.
Penulis pernah menjumpai seorang ibu yang diminta mempraktikkan mencium anak lelakinya yang sudah mahasiswa. Butuh perjuangan lama bagi si ibu untuk melaksanakan proses yang sangat mungkin dianggap aneh itu.
Meskipun bukan tanggung jawab guru secara langsung untuk mengubah budaya ini, guru dapat mengambil peran dengan memberikan pemahaman kepada murid bahwa dia perlu akrab dengan orang, baik akrab dalam berkomunikasi maupun dalam dalam interaksi fisik.
Guru, misalnya, memberikan tugas kepada siswa untuk meminta maaf kepada orang tua sambil mencium tangan dan dilanjutkan dengan memeluk dan mencium pipi orang tua.
Tugas itu harus dilakukan oleh siswa, sehari satu kali dan berturut-turut, minimal selama sepekan. Jika satu pekan berhasil, murid disuruh melanjutkan satu pekan lagi, demikian seterusnya, hingga menjadi kebiasaan.
Dengan inisiatif dari anak, lama-lama orang tua akan menjadi terbiasa dan selanjutnya tidak risih lagi untuk memeluk dan mencium anaknya.
Memeluk dan mencium anak mungkin sebagai langkah kecil, namun memiliki dampak besar untuk menyiapkan generasi muda yang jiwanya matang dan lapang untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.(*)