Lintang Johar 8: Watu Gilang Dibawa ke Kota Gede untuk Dijadikan Singgasana

photo author
- Minggu, 15 Agustus 2021 | 09:40 WIB
Sebagian Watu Gilang dijadikan singgasana Danang Sutawijaya. (Ilustrasi Pramono Estu)
Sebagian Watu Gilang dijadikan singgasana Danang Sutawijaya. (Ilustrasi Pramono Estu)

Pada saat itu batu yang digunakan untuk bermunajat kemudian dikenal dengan nama Gilang Lipuro. Secara harfiah, nama Gilang Lipuro berasal dari dua kata yakni Gilang dan Lipuro yang berasal dari bahasa Kawi.

GILANG memiliki arti batu sementara Lipuro memiliki makna penghibur hati. Hal tersebut dikarenakan di tempat itulah Danang Sutawijaya mendapat ketentraman dan kemantapan hati untuk menjadi raja.

Mayarakat pun percaya bahwa ia dan keturunannya akan membawa Bumi Mataram ke masa keemasannya yang kemudian dikenal dengan nama Sultan Agung yang merupakan cucu Danang Sutawijaya.

Pada awalnya Danang Sutawijaya meyakini bahwa cikal bakal kerajaannya adalah di sekitar hutan Wanalipura. Ia pun sudah membuka lahan untuk perkampungan. Beberapa wilayah tersebut di antaranya Kauman, Gandekan, Ketandan, dan Jetis.

Baca Juga: Asyiknya Mengamati Burung, Wisata Alternatif di Masa Pandemi

Namun rencana ini diurungkan dengan berbagai macam pertimbangan terlebih Ki Juru Martani pun tidak menyetujui rencananya. Hal tersebut dikarenakan wilayah di sekitar Hutan Wanalipuro merupakan batasan Wanabaya di sebelah Barat dan sebelah Timur merupakan wilayah Wanadara.

Danang Sutawijaya akhirnya menyetujuinya bahwa Kerajaan Mataram Islam akan dibangun di Alas Mentaok yang kini dikenal dengan nama Kota Gede.

Konon sebagian Watu Gilang ini juga dibawa ke Kotagede untuk dijadikan dhampar atau singgasana Danang Sutawijaya. Dhampar tersebut saat ini masih ada dan dikenal dengan situs Watu Gilang.

Baca Juga: Diganggu Makhluk Setengah Badan dan Ditiup Kakek-kakek

Hal tersebut dikarenakan Watu Gilang berasal dari Gilang Lipuro sehingga diyakini oleh masyarakat bahwa Watu Gilang dan Gilang Lipuro atau dikenal juga dengan Selo Gilang berasal dari sumber yang sama.

Pada tahun 1746, danau tempat Panembahan Senopati berdoa dan bermunajat kepada Yang Maha Kuasa oleh Raja Keraton Surakarta Pakubuwono II ditimbun menjadi daratan dan didirikanlah bangunan yang kini dikenal dengan nama Situs Gilanglipuro atau juga dikenal dengan nama Selo Gilang.

Bangunan Situs Gilang Lipuro berbentuk segi empat atapnya berbentuk limasan. Di dalam bangunan tersebut terdapat batu yang digunakan untuk bermunajat Danang Sutawijaya. Di sebelah kiri dan kanan terdapat gentong berisi air yang digunakan peziarah untuk bersuci sebelum masuk ke dalam situs.

Baca Juga: Temu Kunci Turunkan Panas Dalam dan Lawan Masuk Angin

Di tengah ruangan nampak kelambu putih tembus pandang yang mengelilingi Situs Gilang Lipuro. Bagian atasnya ditutupi kain mori putih penuh dengan taburan kembang. Situs Gilang Lipuro diletakkan di atas semen halus yang lebar dan tinggi.

Situs Gilang Lipuro berbentuk batu panjang dengan salah satu ujung membentuk sujut tajam dan sisi lainnya agak melengkung. Pada permukaan di bagian atas dan samping nampak begitu mulus. Permukaan batu nampak lekukan kotak menyudut dan tajam.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Rekomendasi

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB
X