HARIAN MERAPI - Kisah tentang misteri mesin jahit peninggalan nenek seri 2
Nenek bilang tidak sendiri, karena setiap pagi dan sore kakek menemani duduk di kursi.
Ayah tidak terlihat takut, tapi dia mengajakku kembali ke ruang televisi.
Baca Juga: Kisah misteri mesin jahit peninggalan nenek 1: Kejadian misterius tujuh hari setelah nenek meninggal
Kami memandang bayangan kami di layar televisi yang mati: tidak ada apa-apa.
Lalu, kami memeriksa mesin jahit nenek: kabelnya tidak dicolokkan, jadi seharusnya ia tidak berbunyi sama sekali.
Hiii... “Mungkin, tadi nenek cuma kangen sama kamu,” ujar Ayah.
Malam harinya, aku diam-diam mendengar ayah bercerita pada ibu dan paman serta bibiku soal apa yang terjadi.
“Tadi siang Sinta yang diganggu. Katanya, ada tangan yang pegang pundak dan pinggangnya. Mesin jahit ibu juga nyala lagi.”
“Tuh kan, benar, berarti aku nggak berhalusinasi waktu itu!” Itu suara bibi Romela, adik kedua ibu.
“Kemarin lusa, waktu kalian sedang berjalan-jalan pagi selepas Subuh, mesin jahitnya hidup sendiri. Sumpah!”
Hening. Kurasa, orang-orang dewasa ini sedang berpikir.
“Waktu ibu tinggal sendirian di sini, apa beliau aman-aman saja, ya? Atau ini cuma terjadi setelah tahlilan tujuh hari kemarin saja?” aku mendengar ibuku bertanya, hampir berbisik.
Suara berdehem. Paman Anton, adik pertama ibu, kemudian menjawab, “Aku pernah bertanya pada ibu, kenapa beliau nggak mau kuajak tinggal di rumahku bersama Stella dan anak-anak."