Selain ditinggal sendirian oleh ibuku, aku merasakan ada yang aneh.
Mataku seperti dipaksa melihat ke arah pintu kamar yang hanya tertutup gorden tipis tembus pandang.
Benar saja. Ketika melihat ke arah pintu kamar tampak sesosok bayangan tinggi besar dengan mata merah dan rambut acak-acakan sedang menatapku.
Meskipun makhluk itu ada di belakang gorden, tapi masih terlihat jelas karena gordennya hanya kain tipis yang tembus pandang.
Aku sungguh ketakutan. Mau berlari keluar tidak mungkin karena makhluk itu berdiri tepat di tengah pintu kamar.
Aku hanya bisa menutup kedua mataku dengan bantal dan terus membaca doa tanpa melirik sedikit pun ke arah pintu sampai akhirnya ibu pulang dari jalan pagi.
Aku langsung cerita tapi ibu tidak percaya. Namun keesokan harinya ibu mengalami sendiri kejadian aneh.
Pada saat itu ibu sedang menimba air di sumur untuk wudhu Salat Isya.
Ia melihat bayangan lewat di depannya dan menuju kebun.
Lalu bayangan itu hilang begitu saja.
Yang lebih aneh lagi saat membakar batu bata banyak orang merasakan seperti ada sesuatu yang terus mengikuti kami.
Dan pada saat dibuka, batu bata yang kami bakar semalam suntuk dengan bara api yang sangat panas tersebut tidak ada satu pun yang matang berwarna merah! (Seperti dikisahkan Afra di Koran Merapi) *