PANGERAN Purbaya kembali ke Mataram melalui Jepara. Kepada Sultan Agung ia memberikan saran agar perang diakhiri saja, karena orang-orang Belanda datang ke Jawa hanya untuk berdagang saja. Namun sumber babad atau serat juga menyebutkan bahwa Pangeran Purbaya juga memohon kepada raja agar mempertimbangan pengiriman suatu pasukan lagi yang mungkin dapat mengalahkan Belanda.
Sultan Agung memutuskan untuk mengakhiri pengepungan. Selain itu ia meramalkan bahwa Belanda kelak akan menolong salah satu keturunannya yang menderita kekalahan. Akhirnya ia hanya ingin agar Belanda mempunyai rasa takut terhadapnya. Sedangkan sumber yang lain lagi menyebutkan bahwa Belanda akan menjadi sahabat dan sekutu serta menjaga istana. Tumenggung Baureksa dan Pangeran Mandurareja dihukum mati dan dimakamkan di Kaliwungu, Kendal.
Pihak Belanda amat gembira dengan diakhirinya pengepungan Batavia oleh Mataram. Mereka menganggap bahwa hal itu merupakan bentuk pengampunan Raja Mataram kepada mereka. Oleh karena itu mereka mengirimkan utusan ke Mataram dengan membawa bermacam-macam persembahan untuk Raja Mataram (Sultan Agung). Persembahan tersebut disampaikan melalui Jepara.
Dalam penelitian HJ de Graaf cerita-cerita dari babad atau serat itu berangka tahun paling tidak setelah 1680. Jadi, sekitar 40 tahun setelah Sultan Agung wafat dan setelah tiga tahun Keraton Mataram Plered ditinggalkan oleh Sunan Amangkurat I karena serbuan Trunajaya di tahun 1677. De Graaf juga menyatakan bahwa cerita-cerita tentang Pangeran (Panembahan) Purbaya yang dikisahkan mempunyai peranan besar dalam pengepungan Batavia baru mencapai puncak terakhirnya pada pemerintahan Sunan Paku Buwana III (1749-1788).
Cerita tradisional Jawa mengenai pengepungan Batavia ini demikian terlambat dicatatnya sehingga tidak tidak diketahui lagi bahwa Batavia mengalami dua kali pengepungan. Bukti kerancuan atau kekisruhan tentang gambaran keadaan masa lampau (peristiwa pengepungan Batavia) itu menurut de Graaf adalah tokoh-tokoh penting semestinya tidak muncul di medan perang yang sama pada waktu yang sama. Mereka muncul di sana pada waktu yang berbeda-beda.
Seperti laporan-laporan Belanda, semua panglima Jawa memang ikut serta dalam pengepungan di Batavia. Tumenggung Baureksa adalah panglima pengepungan pertama. Sedangkan Pangeran atau Adipati Mandurareja dan Pangeran Purbaya adalah panglima pengepungan yang kedua. Di samping mereka masih ada beberapa tokoh terkemuka Mataram lainnya yang ikut serta dan yang gugur di Batavia.
Berkait dengan senjata api yang dibawa oleh Mataram, di antaranya adalah meriam yang dinamakan Kyai Segara Wana dan Kyai Syuh Brasta. Kedua meriam ini pada tahun 1615 dihadiahkan oleh Belanda kepada Raja Mataram. JP. Coen mengetahui bahwa hadiah berupa meriam yang dihadiahkan Belanda 14 tahun yang lalu sebelum pengepungan Batavia akhirnya justru digunakan oleh Mataram untuk menyerang atau melawan pemberinya sendiri, Belanda. sendiri. Oleh karenanya JP. Coen sangat marah. Meriam-meriam ini setelah pengepungan dibawa lagi ke Mataram dalam keadaan selamat.