Riski mencium aroma yang familiar, tapi agak tersamar karena hujan.
Tapi sejalan waktu, ia kembali mencium kuat aroma itu, dan Riski sadar.
Ia menengok ke atas pohon, di tempat akar-akar itu menjulang, tumbuh tidak beraturan.
Di sana, Riski melihat 7 sampai 9 pocong sedang duduk di atas pohon.
Ada satu yang bergelantung dengan posisi wajah yang menghadap ke tempat Riski berdiri.
Mereka seperti menyambut kehadiran Riski di tempat itu.
Sejurus kemudian, satu pocong jatuh dan menghantam tanah, bunyinya berdebam, tapi tidak begitu keras.
Riski termangu, wajah pocong itu, seperti daging dicacah halus.
Tidak butuh waktu lama bagi Riski untuk menyadari apa yang sedang dihadapi.
Ia kemudian lari menjauh dari pohon itu, kiranya menuju ke arah ia datang, atau jalur kembali kepada kawan-kawannya.
Kakinya kembali bergerak sesuka hati menerobos belukar dengan rumput dan duri perdu.
Riski tidak peduli lagi.
Ia meyakini, saat ini pocong itu pasti semua sedang melihatnya diliputi rasa panik.