Yang jika tidak hati-hati berpijak, akan longsor, membawa tubuh mereka, semakin terperosok ke pekatnya kabut.
Terseok mereka melangkah, dan nestapa pun terjadi, ketika Iqbal salah memijak batu, karena pandangannya yang terbatas akibat kabut.
Iqbal terperosok, tangannya mencoba menahan tubuh, dan yang terjadi…
“Iqbal pakai sarung tangan, tapi tetap tembus oleh tajamnya karang dan telapak tangannya, luka memanjang seperti kena pisau, tapi putih, tidak ada darah mengalir,” terang Alex.
Setelah merawat Iqbal, mereka melanjutkan perjalanan turun, hingga batas vegeasi.
Tapi, ketiganya tersesat, tidak sampai di Plawangan, pos terakhir mereka sebelum naik ke puncak.
“Perasaan saya kami berjalan terlalu ke kanan, sedangkan Iqbal bilang terlalu kiri, sehingga kami berdebat,” ujar Alex.
Lalu, di batas vegetasi itu, di ketinggian kurang lebih 3.000 mdpl, Alex mengambil keputusan.
“Iqbal dan Gagah, masing-masing jalan ke kanan dan ke kiri selama 15 menit mencari Plawangan, lalu kembali kali ke posisi saya,”
Tapi, setelah masing-masing berjalan 15 menit, mereka tidak menemukan Plawangan.
Mereka hanya mendapati di sisi kanan ada jurang, begitu juga sebelah kiri.
Plawangan, entah berada di sisi mana, mereka tampaknya sudah tersesat demikian jauhnya.
Mereka pun berembuk, dan kembali membuat keputusan, yang akhirnya mengubah nasib mereka.