Baca Juga: Kangen Nyasar di Jogja dan Bayi tak Mau Menetek Ibu Saat Persalinan di Rumah Sakit Ternyata Tertukar
Kinanti tersenyum di kamarnya, apakah karena ia telah terbiasa hidup di keramaian ibukota, hingga tak pernah berpikir seperti yang diceritakan kawannya itu.
Kalau melihat silsilah keluarga, sebetulnya orang tua Kinanti berasal dari sebuah desa terpencil di Jawa Tengah.
Hanya karena garis nasib orang-tuanya, sehingga mulai lahir hingga ia besar, hidup di kota metropolis.
Hanya satu beban yang ada dalam pikiran Kinanti, ia ingin segera bertemu dengan sutradara. Entah mengapa, Kinanti merasa begitu bahagia bila dekat bersama Dimas.
Selintas angin berhembus di jendela kamar Kinanti, yang sedikit terbuka. Entah apakah Kinanti berada dalam pikiran halusinasi, atau apa yang dilihatnya di antara hembusan angin itu seperti bayangan tipis berkelebat menyibak tirai jendela kamarnya.
Sedikit rasa gelisah dan takut mengiringi keberaniannya, yang sesungguhnya sebagai kodrat lemah. Semakin lama hembusan angin makin kencang, listrik pun seketika turut padam. Kinanti berteriak sekuatnya, dan tubuhnya terhempas di kasur. (Seperti dikisahkan Vito Prasetyo di Koran Merapi) *