harianmerapi.com - Riwayat lelaki penemu candi di Sambimaya memang tidak begitu jelas. Sejak lelaki itu menemukannya, ia memilih tinggal di candi untuk menjaga, dan merawatnya.
Paling tidak sampai ada petugas khusus yang ditunjuk pemerintah untuk mengurusnya. Namun malah ada orang-orang berniat jahat yang telah sampai di halaman candi lebih dulu.
Mereka lalu menyelinap untuk membaca sekeliling candi. Ketika dirasa sudah aman. Salah seorang dari mereka berseru:
Baca Juga: Heboh Candi Misterius di Sambimaya 1: Sering Terlihat Biksu di Sebuah Gundukan Tanah
“Ayo, semua bekerja sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Cepat! Jangan sampai ada yang mengetahui apa yang kita lakukan.”
“Siap Bos.”
Mereka bergerak ke sudut-sudut di mana terdapat patung, arca, dan berbagai gerabah. Mereka tak tahu ada sepasang mata yang lebih tajam dari mata elang sedang mengawasi.
Mata itu milik lelaki bercaping. “Seharusnya kalian tidak melakukannya. Dan aku mesti menyelamatkan candi ini.“
Lelaki bercaping itu memandang sedih pada candi batu bata itu. Namun, apa yang ia lakukan hanya karena ingin menyelamatkannya.
Baca Juga: Gantungkan Cita-cita Setinggi Langit 22: Nama Baik Tetap Terjaga Meski Selalu Jadi Korban Fitnah
Maka seperti apa yang pernah dipesankan biksu, lelaki itu mengambil sekepal tanah bekas gundukan yang pernah menimbun candi kemudian melemparnya ke bagian atap candi.
“Biarlah candi ini kembali tertimbun tanah, hingga pada suatu ketika datang masa di mana orang-orang akan mengumpulkan satu demi satu batu bata bertapak kaki anjing itu untuk disusunnya menjadi sebuah candi.”
Saat sekepal tanah itu terlempar ke candi, mendadak terjadi gerhana bulan. Terdengar teriakan orang-orang itu.
Lalu perlahan suaranya melenyap. Kelak, lelaki bercaping pun tak pernah tahu lagi di mana rimbanya.
Baca Juga: Menegakkan Disiplin Konstruktif Kepada Anak, Salah Satu Cirinya Adalah Konsisten
Pagi harinya saat matahari menyala, orang-orang desa Sambimaya geger karena hilangnya candi yang baru muncul itu.
Mereka tak lagi melihat candi itu di tempatnya. Di bekasnya, hanya tersisa sebuah batu bata bertapak kaki anjing. - Habis - (Seperti dikisahkan Faris Al Faisal di Koran Merapi) *