“Urip iku neng ndonya tan lami. Umpamane jebeng menyang pasar. Tan langgeng neng pasar bae. Tan wurung nuli mantuk. Mring wismane sangkane uni. Ing mengko aja samar. Sangkan paranipun. Ing mengko podo weruha. Yen asale sangkan paran duk ing nguni. Aja nganti
kesasar.”
Hidup di dunia ini tidaklah lama. Ibarat kita ke pasar. Tidak selamanya berada di pasar. Pasti akan pulang. Pulang ke rumah asal. Jangan ragu. Kenali sejatinya asal-mula. Ketahuilah. Asal kita dari dari Allah pasti pulang kepada Allah. Jangan sampai tersesat.
Pangeran Mangkubumi semakin sadar dan paham. Kemudian memohon Sunan Kalijaga berkenan menerimanya menjadi murid. Sunan Kalijaga pun menerima permohonan itu dengan empat syarat. Pertama, Pangeran Mangkubumi harus bertaubat. Tidak lagi sombong dan kadonyan.
Kedua, Pangeran Mangkubumi harus memerintahkan bedug ditabuh di di masjid, mushola, langgar tiap menjelang waktu salat di wilayah Semarang. Ketiga, Pangeran Mangkubumi wajib membayar zakat, infak, dan sedekah untuk rakyat, serta memenuhi kebutuhan para ulama dan santri di Semarang. Keempat, Pangeran Mangkubumi diminta untuk ikut pulang ke rumah Sunan Kalijaga hanya dengan membawa diri tanpa membawa harta.
Di sana kelak pangeran akan diberi tugas untuk menghidupkan lampu minyak tiap menjelang malam. Dengan bertugas menghidupkan lampu minyak ini, Sunan Kalijaga bermaksud agar Pangeran Mangkubumi bersedia untuk ngenger; belajar dan ngangsu kawruh kepada Sunan
Kalijaga. Setelah memberi persyaratan tersebut, mendadak Sunan Kalijaga hilang dari pandangan. Lalu terdengar suara tanpa rupa.
“Susul aku ke Jabalkat!” (Wachid E. Purwanto UAD)