Meski gelap, Santo masih dapat melihat jelas kawannya di depan.
Beberapa kali dirinya meminum air persedian dan kini adalah tegukan terakhir.
Di sisi lain pandangan Maryanto mulai kabur.
Gelap semakin legam, begitu pula dengan bunyi jangkrik yang surut menjadi sunyi.
Ditengoknya Santo semampunya di belakang, masih terlihat sorot lampu dan kilasan stiker helm milik kawannya tersebut.
Beberapa pemandangan gelap tidak menelan segala yang ada di depan Maryanto, masih terlihat dahan-dahan pepohonan dan jalan tanah setapak.
Maryanto melihat bulan di atas, arah yang ditujunya pasti tidak salah.
Kompas pada jam tangan canggihnya juga berbicara demikian, semua aman dan sesuai jalur terlebih arah jalan juga lurus tidak berbelok.
Namun dirinya ingin lebih mengetahui di mana posisinya, karena sudah dua puluh menit mereka menerobos jalan setapak itu.
Bukankah tadi sore banyak pesepeda yang keluar dari jalan ini pikirnya. (Seperti dikisahkan Ichsan Nuansa di Koran Merapi) *