Saat tukang itu melipat kasur, dia melihat uang banyak di bawah kasur dan ada tuyul-tuyul berjingkrak-jingkrak. Memang aneh, tapi nyata.
Soal tuyul di Pasar Tegalsari disiasati warga bermacam-macam.
Seperti tidak mencampur uang kembalian dari pasar dengan uang lain.
Zaman dulu kehidupan agama di desa itu belum kuat. Untuk berbelanja hanya mengandalkan pasar itu, warga otomatis diam saja.
Seiring waktu berjalan, lambat laun banyak pedagang sayur dari luar desa berjualan di desa tersebut.
Warga akhirnya lebih memilih berbelanja kepada penjual sayur yang biasanya naik sepeda.
Warga malas berbelanja di Pasar Tegalsari. Saat sekarang, yang berjualan sayur dan bumbu-bumbu dapur juga ada yang naik sepeda motor.
Baca Juga: Cerita horor, begini reaksi Kadir ketika melihat hantu gundul pringis di dekat makam
Ditambah lagi, sekarang sudah banyak warga beli sepeda motor.
Jadi bisa membeli sembako di kota. Bahkan, ada warga yang sukses karir, lalu mendirikan toko sembako.
Adapun Pasar Tegalsari perlahan sepi. Masih ada segelintir pedagang.
Perlahan, Pasar Tegalsari mati dengan sendirinya. Meski sejarahnya merupakan satu-satunya pasar di desa itu,
sampai sekarang tak dihidupkan lagi sebagai pasar tradisional. (Seperti dikisahkan Armawati di Koran Merapi) *