harianmerapi.com - Dalam sejarah Sriwijaya Kerajaan bahari, Raja Samaratungga adalah menantu dari Dhramasetu setelah menikahi putrinya yang bernama Derwi Tara.
Setelah menggantikan sang mertua, Samaratungga pun menjadi Maharaja Sriwijaya yang memerintah pada kurun 792-835.
Samaratungga rupanya lebih suka untuk memperkuat pemerintahan dan pengaruh Sriwijaya atas Jawa. Karen itu, ia secara pribadi mengawasi pembangunan candi besar Borobudur yang selesai pada 825.
Dikisahkan oleh George Coedes, bahwa pada paruh kedua abad kesembilan, Jawa dan Sumatra bersatu di bawah kekuasaan wangsa Syailendra yang memerintah di Jawa dengan pusat perdagangan di Palembang.
Samaratungga yang oleh sebagian ahli disamakan dengan Rakai Warak, sepertinya sangat dipengaruhi kepercayaan Buddha Mahayana yang cinta damai.
Ia pun berusaha menjadi seorang penguasa yang welas asih. Ia menunjuk seorang pangeran Khmer bernama Jayawarman sebagai gubernur Indrapura di delta Sungai Mekong di bawah kekuasaan Sailendra.
Namun keputusan ini merupakan kesalahan besar, karena Jayawarman kemudian memberontak.
Ia lantas memindahkan ibukota lebih jauh ke pedalaman utara dari Tonle Sap ke Mahendraparwata, memutuskan ikatan dan memproklamasikan kemerdekaan Kamboja dari Jawa pada tahun 802.
Pengganti Samaratungga adalah Putri Pramodhawardhani, tunangan dari Rakai Pikatan yang menganut aliran Siwa.
Rakai Pikatan adalah putra Rakai Patapan, seorang penguasa daerah yang cukup berpengaruh di Jawa Tengah.
Ini disebut sebagai langkah politik, sebagai upaya mengamankan perdamaian dan kekuasaan Syailendra di Jawa.
Dengan penikahan itu, makam diharapkan bisa mendamaikan hubungan antara golongan Buddha aliran Mahayana dengan penganut Hindu aliran Siwa.
Namun rupanya Pangeran Balaputradewa menentang pemerintahan Pikatan dan Pramodhawardhani di Jawa Tengah.