harianmerapi.com - Setelah bangunan kelenteng berdiri, Twa Pek Kong yang berada di Ngarakan diboyong ke kelenteng ini.
Selaras dengan perkembangan zaman dan semakin banyaknya jumlah masyarakat Tionghoa yang beribadah di kelenteng ini, maka umat mengumpulkan dana untuk membeli petak tanah yang ada di sekitar kelenteng.
Setelah dana terkumpul dibelilah 3 petak tanah dengan Persil Eigendom yang terletak di Jalan Pemuda Selatan yaitu no 53/55, 57 dan 59.
Baca Juga: Raker I Yayasan Nasionalis Satu Juni, Tanamkan Wawasan Kebangsaan dan Berkepribadian Baik Sejak Dini
Pada waktu itu pengelola kelenteng diurus oleh yayasan yang bernama ‘Kong Kwan’ yang mengelola sampai dengan tahun 1906.
Sesudah itu didirikanlah yayasan ’Tiong Hwa Hwee Kwan’ (THHK) untuk mengelola kelenteng itu. Pada tahun 1904 pemerintah penjajah Belanda melarang perayaan di kelenteng itu karena sering terjadi kecelakaan.
Dalam kepengurusan kelenteng ada seseorang pemimpin atau ketua yang disebut Biokong. Biokong pertama bernama Soe Tiauw Hok yang lama menjabat selama 30 tahun.
Kemudian dilanjutkan oleh Sie Kim Liang, Liem Tiong Soe, Oei Djil Djing, Djwa Kie dan The Djioe Lam.
Baca Juga: Masalah Asam Urat, Eksim, dan Disentri Bisa Coba Diatasi dengan Tanaman Lelatang
Kini kelenteng ini dikelola oleh Yayasan ‘Tri Bhakti’ dengan ketua Paul Chandra Wesiaji (Chong Poo Kwie) dengan panggilan akrabnya, Koh AW.
Musibah kebakaran pernah menghanguskan dan menghancurkan bagian depan bangunan kelenteng ini, yang terjadi pada hari Rabu tanggal 16 Juli 2014 dinihari sekitar pukul 01.30 WIB.
Sugito, petugas kelenteng saat itu menuturkan api berasal dari dalam bangunan. Dugaan penyebab kebakaran dari api lilin yang digunakan untuk ibadah.
“Namun anehnya, bangunan induk di sebelah belakang aman tidak terbakar. Padahal hanya berjarak dua meter dari bagian bangunan yang terbakar,” ungkap Paul Chandra Wesiaji.
Pada tahun 2016, Pemerintah Kota Magelang memberikan bantuan dana untuk perbaikan Kelenteng Liong Hok Bio.