Sekejap kemudian, dari atas tebing meloncat sosok bayangan tinggi besar. Bayangan hitam itu berdiri berkacak pinggang. "Siapa memasak sate itu?" tanyanya.
"Irah!" jawab pelaku ritual serentak. Bayangan mendekati sesaji. "Di mana kekasihku Irah?" tanyanya lagi.
Baca Juga: Liga 2 Indonesia segera bergulir, Persipa Pati ingin berjaya
"Dia di sini!" jawab mereka. Tak ayal, tubuh wanita itu langsung menggigil ketakutan. Betapa tidak, makhluk gaib yang sempat menjadi kekasihnya itu membelai rambutnya yang tergerai sebelum mencomot sate kalong.
Selebihnya terdengar suara mulut gendruwo itu mencecap sate kalong yang tersaji.
Sebenarnya sate yang jumlahnya cuma tiga tusuk itu sebelum dimasak dilumuri parutan ubi gadung dan rendaman daun kecubung ungu yang sangat memabukkan.
Tak pelak, sekonyong-konyong gendruwo mengerang dan menggelepar. "Aduh biyungů, aduh biyung! Sirahku pecah...!"
Gendruwo mengerang-ngerang, mungkin menahan pening di kepalanya. Ia benar-benar mabuk berat. Suaranya sangat mengerikan.
"Kamu kapok apa tidak?" tanya Mbah Sonto.
Baca Juga: Bermain Warna Merdeka Berekspresi Dunia Anak dalam Karya Pelukis Cilik Samurai Jalu
"Kapok, Mbahů, aku kapok! Aku tidak akan mengganggu anak cucumu lagi!" Gendruwo itu berjanji. Sang makhluk gaib itu lalu diminta segera meninggalkan desa menuju ke Laut Kidul. (Seperti dikisahkan Aribowo di Koran Merapi) *