Pukul 11 WIB siang itu, aku menelepon Erika untuk menanyakan kabar operasi anak Santi.”Bagaimana Erika?” tanyaku.
“Lancar, Bu.”
“Alhamdulillah.”
Baca Juga: Sambut 1 Sura, ini ritual yang dilakukan warga Merapi di Boyolali
Setelah makan siang, Deka mendekatiku. “Bu, sudah dapat kabar tentang anaknya Santi?”
“Sudah, dari Erika. Alhamdulillah, operasinya lancar.”
“Bukan, Bu.” Deka nampak gugup. “Barusan saya dapat kabar, anak Santi anfal dan kritis, Bu.”
“Allah…aku lemas.” Kenapa bisa? Sampai sore pikiranku kacau, namun aku tidak tega menghubungi Santi, takut membuatnya panik. Atau tepatnya tidak sampai hati mendengar kabar darinya.
Selesai jam kantor, aku langsung berkemas. Tugasku untuk kunjungan ke beberapa cabang sudah selesai. Aku bergegas langsung pulang karena sudah kangen dengan anakku setelah beberapa hari di luar kota.
Sesampainya di rumah, mandi, makan dan bercengkerama dengan anakku, aku langsung tidur karena badanku terasa sangat capek.
Baca Juga: Raperdes BUMDes Tak Kunjung Beres, Bupati Karanganyar Panggil Plt Kades dan BPD Berjo
Sepertinya baru beberapa menit memejamkan mata, tiba-tiba aku mimpi buruk tentang boneka yang aku bawakan untuk anak Santi.
“Hey tante, terimakasih sudah membawaku ke anak Santi. Aku mau ngajak dia pergi jauh. Selamat tinggal Tante.”
“Ah….hatiku benar-benar tidak karuan, entah apa arti mimpi ini. Namun bagiku sangat menyeramkan. Aku langsung teringat Santi dan anaknya. Entah apa yang terjadi dengan anak itu.
Aku segera membuka HP. Ada pesan dari Erika, “Ibu maaf mengganggu malam-malam. Saya mau negabarkan, anak Santi tidak tertolong.”