HARIAN MERAPI - Sebuah bende peninggalan kuna dan dipercaya memiliki tuah yang disebut ‘Bende Penantang’ tidak boleh ditabuh sembarangan.
Bende tersebut merupakan salah satu benda peninggalan dari zaman Perang Diponegoro.
Kini, benda bersejarah itu disimpan di rumah Wardoyo, warga dusun Kretek desa Karangrejo Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Baca Juga: Ini yang harus dilakukan orang tua ketika gigi anak tumbuh pertama kali
Konon, bende penantang itu pada masa Perang Diponegoro dulu digunakan sebagai tanda untuk menantang perang kepada serdadu penjajah Belanda.
Kini bende tersebut tidak boleh ditabuh sembarangan. Karena bila bende tersebut ditabuh, gema suaranya bisa mempengaruhi emosi orang yang mendengarnya.
Emosi ‘panas’ yang akan merangsang orang untuk berkelahi.
“Kalau bende penantang ini ditabuh, maka akan ada warga yang berkelahi, entah apa sebabnya,” jelas Wardoyo.
Pernah, keponakan Wardoyo iseng-iseng mencoba menabuh bende penantang tersebut, selang beberapa hari kemudian ada warga yang berkelahi.
Meski hanya disebabkan masalah sepele. Bahkan ada seniman yang akan meminjam bende itu untuk sebuah acara di Borobudur, namun permohonan itu ditolak oleh Wardoyo.
Terkait dengan riwayat Bende Penantang itu Wardoyo salah seorang putra almarhum R. Sumodiwiryo (mantan kepala desa Karangrejo) mengisahkan, kakeknya yang bernama Achmad Danom dulu sebagai salah seorang manggala yudha lasykar Pangeran Diponegoro.
Dia berjuang bersama Ki Sumowidjojo dari dusun Sedengan dan Ki Tjokroyudha dari dusun Majaksingi.
Baca Juga: Peringati program 100 hari kerja, ini yang dilakukan Bupati dan Wakil Bupati Bantul
Pada suatu hari mereka ditantang oleh Patih Tingal yang memihak penjajah Belanda.