HARIAN MERAPI - Bagian pertama dari cerita misteri tersesat di desa mati, menerobos hujan naik sepeda lewat jalan sepi.
Malam semakin gelap, sementara gemercik tetesan air dari langit tak kunjung berhenti. Arhan berdiri di teras sebuah Ruko sembari sesekali memandangi langit yang tidak memperlihatkan tanda-tanda hujan akan berhenti.
Inilah Bogor, orang mengenalnya dengan sebutan “Kota Hujan” karena curah hujannya yang tinggi sepanjang tahun.
Baca Juga: Visi keluarga muslim: membangun keluarga samara penuh barakah
Arhan yang baru seminggu tinggal di bogor tepatnya di Desa Cibadak, Kecamatan Sukamakmur ini harus mampu cepat beradaptasi dengan iklimnya.
“Hmmm” gerutu Arhan sembari menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya untuk
mengurangi rasa dingin yang dirasakannya.
Arhan melirik jam di pergelangan tangannya telah menunjukkan pukul Tujuh malam, berarti ia telah berada di sini sekitar Dua puluh menit menunggu hujan yang tak kunjung berhenti.
Terlebih lagi Arhan tidak membawa jas hujan, ia tidak menyangka akan turun hujan
di malam hari.
Baca Juga: Cerita misteri hilang semalam ternyata Iwan diterkam belut siluman di sawah
Badan Arhan sudah terasa capek seharian kerja dan mengingat perjalanan pulang menuju ke rumah Bibinya yang harus ia tempuh sekitar Tiga Puluh menit, Arhan memutuskan untuk menerobos hujan dengan harapan hujan akan berhenti saat ia dalam perjalanan.
Arhan mengambil Sepeda yang ia sandarkan di tembok Ruko tempat ia berteduh lalu bersiap
menungganginya.
“Bismillahirrahmanirrahim” ucap Arhan sembari mulai mengayuh sepeda yang di
kendarainya.
Rerintikan hujan terus menghujam tubuh Arhan tanpa henti sehingga membuat pakaiannya
basah kuyup.
Baca Juga: Mbok Inem punya anak gendruwo, berawal ketika biasa membantu pekerjaan suami di sawah
“Ah, kenapa lupa bawa jas hujan si tadi?” tanya Arhan pada dirinya dalam hati.