Jarwo berulang kali mengucek mata, tetapi gundhul pringis itu sudah tidak ada.
Belum usai rasa kagetnya karena dijaili gundhul pringis, tepat ketika Jarwo melewati sebuah jembatan, tiba-tiba ia menghentikan motor dan memarkirkannya di pinggir jalan.
Saat itu betul-betul tak ada satu pun orang maupun kendaraan yang lewat. Ia seperti tersihir oleh dua pohon cemara yang tertiup angin kencang.
Padahal pohon-pohon lain tidak seperti itu, meski hujan kian lebat. Jarwo terus menatap dua pohon cemara yang mendadak merunduk kepadanya.
Ia seolah mendengar sebuah suara yang memanggilnya untuk memegang dua pohon cemara itu. “Ayo pegang ... ayo pegang ....”
Begitu terus dan Jarwo sempat hampir terpengaruh oleh suara tersebut. Syukurnya, ia tidak jadi memegang dua pohon cemara itu. Ia berbalik badan dan berdoa sebisanya.
Ketika berbalik badan untuk memastikan, ternyata dua pohon cemara sudah kembali ke posisi semula. Saat itu juga ia seperti tersadar dan segera menuju ke motornya, lalu melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
Keesokan harinya, Jarwo menceritakan pengalaman mistisnya tersebut kepada sang istri. Sang istri pun menyarankan untuk bertanya kepada orang pintar tak jauh dari rumahnya.
Menurut keterangan dari si orang pintar, dua pohon cemara itu ditunggangi oleh genderuwo. Sontak Jarwo dan istrinya saling pandang dan kaget luar biasa.
“Untung saja jenengan enggak sampai pegang pohon cemara itu, Mas.”
“Memangnya kenapa kalau saya sampai benar-benar memegang pohon cemara itu, Ki?” tanya Jarwo penasaran.
“Ya jenengan bisa ikut ke alam “mereka”. Bisa kembali ke alam kita, tetapi cukup lama, tiga sampai empat bulan.”
Mendengar penjelasan si orang pintar itu, Jarwo jadi bergidik ngeri. Ia enggan mengulangi kenekatannya dan lebih berhati-hati jika pulang malam. (Dikisahkan Reni Asih Widiyastuti di Koran Merapi) *