HARIAN MERAPI - Sosok penghuni batu akik kalsedon minta tukar guling.
Hal itu merupakan pengalaman mistis yang Gandung saat berburu batu akik di wilayah Kebumen.
Seperti apa tukar guling yang diminta penghuni batu akik kalsedon itu?
Baca Juga: Tujuh model pengembanghan kurikulum, diantaranya model top down dan grass roots
Sepuluh tahun lalu Gandung (bukan nama sebenarnya) terlibat dalam euforia perburuan batu akik. Siang itu Gandung dan dua temannya menyisir sebuah sungai yang hampir asat airnya di wilayah Kebumen.
Berkat kecermatannya, Gandung dan dua temannya menemukan beberapa bongkah batu. Satu di antaranya diyakini sebagai batu jenis Kalsedon. Dengan gembira batu tersebut dibawa pulang.
Sementara belum digarap, belum dipotong-potong, batu tersebut disimpan di dalam peti kayu bersama dengan batu-batu lainnya.
"Besok pagi batu Kalsedon yang kita temukan di Kebumen itu kita potong-potong dan kita garap ya, Jo," ujar Gandung kepada temannya.
Pada malam harinya ketika akan buang air kecil ke belakang, Gandung melihat sesosok pria sepuh berbusana Kejawen. Duduk di atas peti kayu tempat penyimpanan batu yang masih berwujud bongkahan.
Hanya nampak sekilas. Bersamaan dengan itu Gandung mendengar dengan jelas suara dari dalam peti. "Rumah besarku jangan kau bongkar. Aku dengan seluruh trahku akan tinggal dimana?"
Gandung faham dengan kalimat yang didengarnya. Keesokan harinya dia tidak jadi memotong-motong batu Kalsedon tersebut.
Namun membawa batu itu ke Mbah Jimbur (nama samaran), pria sepuh yang faham akan hal-hal berbau mistis.
Gandung pun menceriterakan ikhwal batu tersebut sekaligus mohon pertolongan untuk mendapatkan 'win-win solution', agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Mbah Samsu yang usianya sudah mendekati delapanpuluh tahun, namun mata batinnya masih tajam. Dari penerawangannya, batu Kalsedon itu banyak "penghuni"-nya.
Baca Juga: Mbok Roes, Calon Pramugari Batal Terbang, Kini Sukses Merintis Berjualan Soto Bening di Salatiga
Mbah Samsu mencoba berkomunikasi dengan mereka. Gandung begitu pula Mbah Samsu lega. Makhluk halus penghuni batu Kalsedon tersebut mau diajak bernegosiasi.
Mereka dengan ekhlas bersedia diajak tukar guling. "Pindah rumah" dari bongkahan batu Kalsedon ke sebuah batu besar di pinggir sebuah sungai.
Pada hari berikutnya Gandung dan kedua temannya dibantu Mbah Jimbur mengadakan upacara boyongan.
Tampak sebuah truk sewaan membawa "barang- barang" milik makhluk halus penghuni batu Kalsedon. Sedangkan "keluarga besar"-nya diangkut dengan bus mini.
Bagi orang awam, iring- iringan dua mobil tersebut nampak kosong. Tanpa penumpang dan tidak mengangkut barang. (Seperti dikisahkan Andreas Seta RD di Koran Merapi) *