HARIAN MERAPI - Kisah pengalaman mistis Santi dengan lukisan wanita cantik berselendang biru di dinding ruang keluarga.
“Lukisan punya siapa itu mas?” Santi melirik suaminya, Parjo yang sedang asyik memandikan ayam jago peliharaannya.
Sudah dua hari lukisan wanita cantik berselendang biru itu disandarkan di dinding ruang keluarga. Santi merasa aneh setiap kali memandang lukisan tersebut, campuran rasa merinding dan gelisah.
Baca Juga: Pemerintah siapkan peraturan presiden tentang publisher rights, ini tiga hal pokok yang dibahas
Santi tak begitu menyukai lukisan manusia karena menurutnya agak seram, mungkin juga imajinasinya yang berlebihan karena sering menonton film horor.
“Punya Pak Ahmad. Beliau numpang titip sebentar, katanya itu lukisan pesanan salah satu kliennya. Cantik ya, seperti wanita jaman kerajaan dulu,” Parjo terkekeh sementara istrinya merengut.
“Kapan diambilnya mas? Sebaiknya jangan lama-lama,” tutur Santi, sesekali melirik lukisan milik Pak Ahmad.
“Hahaha, kamu takut ya? Itu cuma lukisan, San. Sudahlah, sebentar lagi Pak Ahmad kembali dari Bogor dan langsung mengambil lukisan miliknya. Kalau takut, tutupi saja lukisannya pakai jarik atau dibalik,” usul Parjo.
Malam itu, Santi tinggal di rumah hanya berdua dengan anaknya yang masih kecil. Parjo mendapat giliran jadwal ronda bersama warga kampung.
Baca Juga: Dokter Tirta ingatkan GERD bisa menyerang generasi muda, kenali gejalanya
Anaknya yang baru saja masuk SD tahun ini sudah tidur pulas di kamar samping, sementara Santi berusaha memejamkan mata namun tak berhasil. Samar-samar, terdengar suara tangisan, tangisan seorang wanita.
Suara itu lirih pada awalnya, namun lama-kelamaan isakannya makin keras. Santi terbangun, mencari sumber suara.
Bahkan, ia lari ke halaman depan untuk memastikan jangan-jangan salah satu tetangganya terkena musibah. Namun, semua pintu rumah tertutup. Lampu-lampu rumah sudah dipadamkan.
Santi kembali ke dalam, dan terkejut saat suara tangisan itu makin keras. Tangisan itu ternyata berasal dari ruang keluarga.
Keringat dingin mulai mengucur di dahi Santi. Dengan jantung berdebar, Santi mendekatkan telinganya pada lukisan wanita berselendang biru milik Pak Ahmad.