Tapi ah, kau jangan ngelantur dan berkhayal berlebihan, Hindun. Ya, kadang-kadang laki-laki itu agak lama di warungnya, membicarakan beberapa hal perihal sanitasi air di sebeleh warung yang kadang mampet.
Kalau hujan airnya menggenang di jalanan, dan keduanya terus menggunjingkan peran pemerintah daerah yang perlu ditingkatkan dan sebagainya dan seterusnya.
Sepertinya ia cukup pintar, dan juga menyukai kata-kata Nyi Hindun yang diselingi dengan sedikit canda-tawa.
Tapi kenapa yang ia beli selalu saja hanya nasi dan tempe orek? Kenapa tidak sayur tahu, ayam kecap, kerang atau sate bandeng?
Sesekali muncul ide di pikiran Nyi Hindun untuk menambahkan ayam kecap pada nasi bungkusnya, tapi ia tidak berani melakukannya.
Ia takut dan khawatir, dan ia paham betul tentang harga dirinya sebagai perempuan baik dan salehah. (Seperti dikisahkan Chudori Sukra di Koran Merapi)*