HARIAN MERAPI - Cerita pengalaman horor kesurupan tepat di hari pernikahan kakak saya 2
Guna memastikan kesurupan atau tidak, jempol kaki kakak saya tekan sambil membaca doa.
Karena mendengar keluhannya itu, Ibu saya langsung memijatnya lembut. Profesi Ibu saya adalah Tukang Urut Tradisional. Biasa membenarkan otot, urat, saraf, dll, ketika tempatnya salah.
Baca Juga: Pengalaman horor kesurupan tepat di hari pernikahan 1, agar acara lancar minta bantuan pawang hujan
Jadi, Ibu saya langsung mengambil tindakan pertama yaitu memijat perutnya. Saat dipijat, Nana terus saja mengeluh kesakitan, bahkan sesekali suaranya mengeras.
Adzan Maghrib pun berkumandang, Nana masih saja mengeluh kesakitan. Dipegang sedikit, keluh sakit. Jadi, Ibu saya bingung apa yang harus dilakukan, karena Nana sama sekali tidak bisa dan selalu kesakitan saat disentuh.
Saya merasa aneh dengan apa yang terjadi kepada Kakak saya ini. Tanpa pikir panjang, saya langsung memfokuskan pandangan saya untuk melihat mimik wajah Kakak saya jengkal demi jengkal.
Saya perhatikan makin dalam dan fokus, saya menyadari satu keanehan yang belum dapat saya jelaskan rincinya seperti apa. Intinya, mimik wajah itu terasa sangat berbeda bagi saya, dan itu sangat aneh.
Namun, karena saya masih belum dapat menyimpulkan karena informasi yang saya dapat masih belum terlalu akurat, saya kembali memfokuskan indra pendengaran saya.
Baca Juga: Kumpulan cerita lucu dan kisah nyata pilih jodoh orang kota dan ngidam cerobong asap kereta api
Saya terus memfokuskannya. Dan yah, akhirnya saya menemui jika suara yang Nana keluarkan ini sesekali bukanlah miliknya, melainkan suara lelaki dengan sedikit serak yang akan terdengar jika kita memfokuskannya.
Informasi sudah lengkap, dugaan saya semakin jelas. Jadi, saya diam-diam tanpa sepengetahuan orang yang ada di Ruang tamu ini memencet jari kaki jempol Nana.
Saya tekan dengan keras menggunakan kuku tangan saya, diikuti dengan doa di dalam hati. Benar saja. Suara dia bertambah keras dan gahar. Seperti seorang lelaki dengan tubuh yang besar, brewokan, dan kumis tebal.
Seperti itulah gambaran dirinya ketika saya mendengarkan suaranya. Namun saat saya memencet jempol kaki nya, ia tidak berteriak "Sakit" Lagi. Melainkan, "Panas!!!!!! Panas!!!!" teriaknya kencang.
Ia sesekali menatap marah ke arah saya, "Mah, ini bukan Kakak," kata saya memberitahu Ibu saya.