HARIAN MERAPI - Masjid Tie Lieng Sieng, salah satu masjid untuk belajar para santri Pesantren Glagahwangi yang dipimpin Sunan Kudus. Kala itu jumlah santri di pesantren Sunan Kudus cukup banyak.
Di antara para santri itu yang tampak menonjol kepandaiannya hanya ada sembilan orang, yang
disebut ‘Santri Sanga’, termasuk Ki Ageng Makukuhan.
Baca Juga: Waspada, nyeri dada saat berlari, bisa jadi karena pertanda ini
Pada suatu Subuh di masjid Tie Lieng Sieng para santri itu dikejutkan dengan jeritan para bakul di pasar yang letaknya tidak jauh dari masjid. Mereka menjerit ketakutan, karena dagangan mereka diporakporandakan oleh para perajurit dari Capit Urang yang dipimpin Gagak Lodra.
Para bakul lari tunggang-langgang meninggalkan pasar menyelamatkan diri dari amukan perajurit Capit Urang.
Para santri Glagahwangi tanpa diperintah berusaha untuk menghadapi serangan perajurit Capit Urang. Tetapi, kekuatan para santri itu tidak seimbang untuk menghadapi serangan perajurit yang bersenjata.
Banyak santri yang menyelamatkan diri mengungsi, juga para ‘Santri Sanga’. Di antara ‘santri sanga’ tersebut ada tiga orang santri, mereka adalah Sirojul Munir, Makukuhan (Syeh Maulana Taqwim) dan Moh Gufron.
Sampai di daerah Sirandu, Makukuhan kehabisan tenaga dan tidak mampu lagi berlari dan ditangkap perajurit pimpinan Gagak Lodra. Makukuhan tidak bisa melawan, adanya hanya pasrah dan merasa ajalnya akan tiba.
Sekujur tubuh Makukuhan penuh luka. Ketika Gagak Lodra dan perajuritnya menghajar Makukuhan, tiba-tiba ada suara tanpa rupa yang tidak diketahui asalnya. Suara itu memaki dan menantang Gagak Lodra dengan tembang Dandanggula:
“Gagak Lodra kang ngaku prajurit, Nyata sira mung anggunggung karsa, Mlasara pepadhane, Yen nyata sira iku, Sraya king nagri Majapahit, Aja sira anggembela, Adhepana ingsun, Ingsun tan bakal lumayu, Hangadhepi manungsa lir sana sunu, Kuru tur tanpa bayu.”
Mendengar lantunan tembang itu, Gagak Lodra dan para perajuritnya merasa heran dan mereka kendor menyakiti Makukuhan.
Mereka saling pandang dan mencari arah sumber suara. Tiba-tiba, ada kelebat bayangan putih yang secepat kilat menyambar dan membawa Makukuhan yang tak berdaya itu.
Bayangan putih itu musna bersamaan dengan hilangnya Makukuhan dari tempat itu.