Dia mengumpat dan memaki dalam hati, berharap kapal tidak mendekati mayat itu. Tetapi Paklik Parjo meyakinkan semua ABK untuk membawa mayat itu pulang.
Saat dia menolong mengangkat pun, Badrun terus mengumpat dalam hati. Setelah mendengar cerita itu, Paklik paham.
Ternyata sejak turun dari kapal itu, Badrun merasa sudah “diikuti” sesosok bayangan berambut panjang dan berpakaian merah. Setiap kali menoleh, bayangan itu selalu muncul.
Itu sebabnya pada saat ritual. Ketika di rumah pun, sosok itu terus menghantuinya. Itu sebabnya ia mulai mabuk-mabukan dengan harapan tak sadarkan diri dan tidak melihat bayangan itu.
Mendengar cerita itu, Paklik sangat terkejut dan sadar, janganlah berkomentar pada orang yang sudah tiada, di dalam hati sekalipun apalagi menghina atau mengumpat.
Sebagai manusia yang hidup di dunia, cepat atau lambat juga akan menjadi jenazah. (Seperti dikisahkan Rhestra A di Koran Merapi) *