"Apa yang dilakukan? Mau tidak mau Indonesia harus meningkatkan suku bunga BI Rate, kemarin kan 4,25%. Kemungkinan juga akan naik lagi. Memang dampaknya pasti suku bunga perbankan juga akan naik sampai 3-6 bulan ke depan," tandasnya.
Tauhid mengungkapkan kenaikan suku bunga acuan akan diikuti oleh cost of fund pada sektor riil akan ikut terdongkrak. Hal itu akan menggangu para pelaku usaha. Mereka tidak bisa leluasa ekspansi ketika suku bunga terlalu tinggi. Oleh sebab itu, Tauhid menyarankan pemerintah tidak menaikkan BI Rate secara mendadak, tetapi melakukan revisi secara bertahap.
"Karena itu kenaikan suku bunga harus secara bertahap. Sehingga para pelaku usaha bisa menyesuaikan diri. Itu harus dilakukan. Dampaknya juga suku bunga sektor riil. Mau tidak mau pemerintah harus bisa mengomunikasikan ke perbankan agar relatif jangan terlalu cepat juga menaikkan suku bunga, agar sektor riil bisa menyesuaikan," pungkasnya.
Stok Pangan dan Bansos
Sementara itu, Ekonom senior Center Of Reform on Economics (CORE) Pieter Abdullah mengatakan, upaya pemerintah untuk menyediakan bantalan sosial adalah upaya yang baik, namun pemerintah harus terus memastikan ketersediaan bahan pangan.
“Tugas pemerintah, bagaimana memastikan stok pangan cukup. Cukup itu yang paling utama, jadi kalaupun ada kenaikan (inflasi) tidak akan terlalu tinggi dan besar. Apalagi diiringi dengan berbagai bantuan sosial,” kata Pieter hari ini (30/9).
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah mengeluarkan kebijakan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2% dari Dana Belanja wajib perlindungan sosial senilai total 2,71T ini antara lain digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk untuk ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan.
“Kalau inflasi yang paling penting menjaga inflasi itu sendiri, sementara bantuan tadi sifatnya mengurangi beban. Yang difokuskan mencegah agar inflasi naik tetapi tidak liar,” ungkap Pieter. Menurut dia, jika pemerintah bisa menjaga inflasi dibawah 6% pada kondisi sekarang, sangatlah baik.
Pemerintah pusat dan daerah diminta terus menjaga ketersediaan bahan pangan, khususnya komoditas yang masih berada dalam rantai suplai dalam negeri.
”Kalau domestic supply chain bisa kita kontrol. Nah disitu concerned nya, supaya pemerintah aktif memonitor pasokan yang ada di dalam negeri. Jangan sampai terganggu rantai pasoknya,” tandas Pieter.
Sementara untuk komoditas yang berada dalam global supply chain, saat ini terganggu karena adanya konflik geopolitik Rusia-Ukraina dan juga krisis energi. *