Baca Juga: Misi Penyelamatan Garuda, Kementerian BUMN Perjuangkan Negosiasi dengan Lessor
Mengacu data Ketahanan Pangan Indonesia, angka untuk negara Indonesia cenderung membaik. Pada tahun 2016, Indonesia masih berada di peringkat 71 dari 113 negara yang diobservasi dan di tahun 2020 alami peningkatan ke peringkat 65 (berdasarkan Global Food Security Index/GFSI).
Namun demikian, laju peningkatannya belum maksimal seiring dengan kebutuhan yang terus meningkat, mengingat ketahanan pangan berlomba dengan pertumbuhan populasi.
Sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi ketahanan pangan, peningkatan produktivitas pertanian akan sangat mendorong ketersediaan pasokan pangan dalam negeri. Di lapangan, seringkali petani menemukan berbagai tantangan untuk meningkatkan produktivitas, di antaranya terkait skala usaha, luas lahan garapan dan proses menanam yang belum ekonomis, situasi cuaca yang semakin tidak menentu hingga harga jual hasil panen yang fluktuatif akibat permintaan pasar yang menurun.
Berdasarkan salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan petani dilihat dari angka nilai tukar petani (NTP), terjadi penurunan dalam satu tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, meski berfluktuasi, NTP cenderung turun dari 104,16 bulan Januari tahun 2020 menjadi 103,26 pada Januari 2021.
Baca Juga: Erick Thohir Dorong Kolaborasi BUMN dengan Komunitas Kreatif Agar Mendunia
"Salah satu upaya yang kami lakukan dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan produktivitas mereka adalah melalui program kami Agro-Solution. Dengan memperhatikan unsur masyarakat, lingkungan, dan ekonomi, kami senantiasa melakukan pendampingan intensif kepada petani dan budidaya pertanian secara berkelanjutan untuk mendukung program ketahanan pangan nasional yang lebih baik," jelasnya.
Secara terpisah, Pengamat ekonomi sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengutarakan, teknologi berbasis industri 4.0 sangat dibutuhkan sektor pertanian agar hasil panen yang didapatkan melimpah, dengan ritme kerja yang semakin efisien.
Rhenald Kasali mencontohkan, penggunaan Internet of Things (IoT) yang diaplikasikan seorang dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, petani dapat melakukan pencatatan kegiatan bertani secara baik dan benar. Petani modern dibekali persiapan sebelum masa tanam hingga penanganan produk pascapanen.
"Saya membayangkan petani modern memiliki peluang lebih baik dengan bantuan teknologi," ujar Rhenald Kasali.
Menurutnya, di masa depan banyak pekerjaaan yang tercipta berkat otomatisasi. Menurut studi, pada tahun 2030 sebanyak 23 juta pekerjaan dapat digantikan dengan otomatisasi. Hanya saja menariknya, sebanyak 27-46 juta pekerjaan baru dapat dibuat dalam satu periode.
"Ini adalah salah satu ledakan akibat pandemi, yang di dalamnya ada peluang pasar baru serta memunculkan kreativitas. Teknologi berbasis industri 4.0 ini bukan ancaman, namun peluang karena semua sudah mengarah digital," katanya.*