ekonomi

Indonesia sudah saatnya menerapkan ekonomi restoratif, ini alasannya

Jumat, 11 Oktober 2024 | 21:25 WIB
Arsip - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira (kanan) dalam diskusi bertajuk Ekonomi Era Krisis Iklim dan peluncuran buku "Saatnya Ekonomi Restoratif," di Jakarta. (ANTARA/HO-Katadata)

HARIAN MERAPI - Indonesia sudah saatnya menerapkan ekonomi restoratif dalam upaya memberikan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan lingkungan.

"Sudah saatnya Indonesia menemukan kekuatannya sendiri, tanpa mengikuti model ekonomi mainstream," kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira dalam keterangan di Jakarta, Jumat (11/10/2024).

Bhima dalam diskusi bertajuk Ekonomi Era Krisis Iklim dan peluncuran buku "Saatnya Ekonomi Restoratif," mengatakan, model ekonomi Indonesia yang terbukti berhasil tahan terhadap krisis, seperti krisis moneter 1998 dan pandemi COVID-19, adalah ekonomi yang tumbuh dari masyarakat lokal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Dikatakan inilah wujud ekonomi yang tak hanya memeratakan kesejahteraan, tapi juga memulihkan alam karena menghindar dari upaya-upaya ekstraksi besar-besaran seperti penambangan dan perkebunan monokultur yang masif.

Baca Juga: Sekolah-sekolah ikut memperingati HUT ke-268 Kota Yogyakarta dengan menggelar sejumlah kegiatan

Sistem ekonomi restoratif, katanya, dalam studinya, CELIOS mendefinisikan ekonomi restoratif sebagai model ekonomi yang bertujuan memulihkan ekosistem terdegradasi untuk mendapatkan kembali fungsi ekologis dan menyediakan barang serta jasa yang bernilai bagi masyarakat.

“Kalau pemerintah tidak akui ini model ekonomi yang Indonesia banget dan proven, inilah kerugian kita,” tegasnya seperti dilansir Antara.

Diskusi ini merupakan kolaborasi antara CELIOS, platform LaporIklim, radio jaringan KBR, sejumlah penulis independen dan beberapa lembaga pendukung, yakni Econusa, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Koalisi Ekonomi Membumi, Traction Energi Asia, Iklimku.org dan Yayasan Bambu Lestari.

Bhima mempertanyakan model ekonomi ekstraktif yang dianggap solutif oleh sebagian pihak.

Baca Juga: Serba-Serbi Peparnas XVII, Siswa SLB Jatipuro Karanganyar Lukis Maskot Kebo Bule dengan Mulut

Menurut hasil penelitian CELIOS, desa yang memiliki basis pendapatan ekstraktif dari penambangan misalnya, cenderung susah mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Lebih parah lagi, ketergantungan pada komoditas seperti nikel dan batu bara, yang harganya fluktuatif dan cenderung terus menurun, membuat ekonomi Indonesia rentan dikendalikan oleh eksternal.

Bhima menilai, ekonomi ekstraktif tidak hanya destruktif, tetapi juga merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.

Pengamat ekonomi Harryadin Mahardika menjelaskan, dilema Indonesia memilih model ekonomi. Indonesia ingin industrialisasi, tetapi kenyataannya tidak mudah karena sudah tertinggal dari efisiensi industri China, India atau Vietnam.

Baca Juga: Diduga Korban Penganiayaan, Polres Sukoharjo Bongkar Makam Anak di Bawah Umur

Halaman:

Tags

Terkini

INSTAR Beri Pengakuan atas Praktik Keberlanjutan IFG

Selasa, 16 Desember 2025 | 18:40 WIB