Selama biaya usaha masih tinggi dan kepastian hukum lemah, investor enggan ekspansi.
Bahkan beberapa perusahaan besar ingin keluar dari Indonesia. Jadi, uang boleh banyak, tapi kalau sistemnya belum efisien, hasilnya tetap lambat.
Anda juga menyinggung soal risiko utang jatuh tempo Rp1.400 triliun. Seberapa serius persoalan ini?
Ini harus menjadi perhatian serius. Tahun lalu utang jatuh tempo hanya Rp800 triliun, sekarang hampir dua kali lipat.
Baca Juga: Baru keluar penjara jambret emak-emak, residivis diamankan Polsek Mlati
Selama penerimaan negara kuat dan disiplin fiskal dijaga, masih aman. Tapi kalau pola utang baru dipakai untuk menutup utang lama, itu berbahaya.
Saya hanya mengingatkan agar jangan sampai Bank Indonesia “disuruh bikin uang” karena tekanan fiskal. Itu bukan solusi, tapi awal dari krisis kepercayaan.
Anda sempat menyoroti gaya komunikasi Menteri Keuangan yang baru. Apa maksud Anda?
Saya hormati Pak Purbaya, beliau cerdas dan visioner. Tapi saya selalu bilang, Menteri Keuangan itu bendahara negara, bukan juru bicara politik.
Baca Juga: Berniat ngonten, dua remaja tewas di Sungai Gung Tegal
Salah bicara sedikit saja bisa mengguncang pasar. Karena itu, komunikasi publik harus dijaga betul. Jangan terlalu spontan, karena pasar bisa menafsirkan macam-macam.
Bagaimana dengan kondisi kredit dan daya beli masyarakat saat ini?
Kredit yang sudah disetujui tapi belum disalurkan (undisbursed loan) mencapai Rp2.375 triliun. Artinya, banyak proyek sudah komit tapi belum jalan.
Baca Juga: Paparan sinar ultraviolet tinggi, timbulkan risiko kesehatan. BMKG: masyarakat perlu lindungi diri
Masyarakat bawah juga masih bergantung pada bantuan pemerintah. Sekitar 7 persen penduduk hidup dari program bansos. Tanpa bantuan itu, kemiskinan ekstrem bisa naik lagi.