-
ilustrasi KEKERASAN seksual acap dilakukan oleh orang terdekat korban, bisa tetangga maupun kerabat. Korban selalu dalam posisi lemah yang tak kuat melawan, sehingga hanya pasrah. Orang yang seharusnya menjadi pelindung berubah menjadi predator pemakan mangsa. Inilah yang dilakukan seorang kakek di Banguntapan Bantul, SA (63) yang tega menyetubuhi D (11) bocah penyandang disabilitas tetangganya sendiri. Berdalih sudah akrab dengan korban, SA mengajaknya berhubungan intim hingga beberapa kali. Peristiwa tragis itu sebenarnya sudah terjadi awal Januari 2020 namun baru dilaporkan beberapa hari lalu, lantaran ibu korban dalam kondisi sakit-sakitan. Atas dorongan tetangga, orang tua korban akhirnya melapor ke polisi. Pelaku sempat kabur ke Lampung untuk bersembunyi, namun akhirnya tertangkap ketika pulang di kos-kosan miliknya di Banguntapan. Pelaku yang sudah punya anak dan cucu ini mengaku sangat bernafsu ketika berdekatan dengan korban. Mengapa D yang menjadi korban ? Pelaku mengaku tidak ada paksaan saat berhubungan intim, bahkan korban tak menolak saat diajak. Namanya saja masih anak-anak, apalagi mengalami keterbelakangan mental, lebih banyak menurut ajakan orang dewasa. Kondisi ini tentu tak bisa menjadi alasan pembenar perbuatan SA. SA yang berstatus kakek dari para cucunya ini mestinya melindungi D yang menyandang keterbelakangan mental, bukan malah memangsanya. Ya, memangsa korban yang tidak berdaya. Pelaku bakal dijerat UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Dengan ketentuan tersebut hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman di bawah 5 tahun. SA mestinya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan mengingat usianya yang sudah tergolong tua. Terlebih ia menyandang status sebagai kakek. Tindakannya sangatlah tercela dan tak bisa menjadi contoh bagi siapapun. Bisa jadi ia akan menghabiskan waktunya di penjara, apalagi bila hakim menjatuhkan hukuman maksimal 15 tahun. Itulah harga yang harus dibayar kakek cabul yang tidak bisa menjaga kehormatan, baik diri sendiri maupun orang lain. Kasus ini tentu tak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, karena bukan delik aduan, tapi delik biasa. Sementara korban tetap harus mendapat pendampingan guna memulihkan kondisinya agar stabil. Dinas Sosial maupun LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan dan anak diharapkan proaktif mengawal kasus ini. (Hudono)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Editor: admin_merapi