ADA fenomena menarik dalam institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah seorang anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris mengaku terus terang bahwa UU No 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK yang lama bertujuan untuk melemahkan lembaga antirasuah ini. Lantas, mengapa Syamsuddin Haris bersama kawan-kawan, seperti Artidjo Alkostar, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Albertania Ho bersedia duduk sebagai anggota Dewas ?
Tak lain, menurut pengakuan Haris, dirinya dan kawan-kawan ingin menahan laju pelemahan KPK. Karena itu ia berharap masyarakat mengawasi pemberlakuan UU yang baru tersebut. Memang agak aneh, bukankah seharusnya Dewas bertugas mengawasi kerja komisioner KPK ? UU No 19 Tahun 2019 antara lain mengamanatkan kepada Dewas untuk menyusun kode etik bagi pimpinan KPK serta berwenang memberi atau tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.
Dewas adalah bagian dari sistem yang ada di KPK. Kalau Dewas saja mengakui UU No 19 Tahun 2019 bertujuan melemahkan, lantas apa yang bisa diharapkan dari kerja KPK dalam memberantas korupsi ? Banyak pihak merasa pesimis lembaga antikorupsi ini bisa bekerja maksimal, apalagi dalam struktur kelembagaan, KPK berada di bawah presiden. Bagaimana mau independen ? Padahal, seperti kita tahu, KPK disegani dan ditakuti para koruptor lantaran lembaganya bersifat independen. Tapi kalau di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, apa lagi yang bisa diharapkan ?
Kita masih ingat ketika Susilo Bambang Sudhoyono (SBY) menjabat presiden, besannya sendiri yang waktu itu menjadi petinggi di BI, Aulia Pohan, dicokok KPK. SBY pun tak bisa melakukan intervensi, karena sadar bahwa lembaga tersebut bukan berada di bawah presiden. Bagaimana kondisi sekarang ? Kita sulit untuk optimis.
Misalnya, bila ada pejabat di kepolisian melakukan korupsi, bisakah KPK menyeretnya hingga ke pengadilan ? Seharusnya bisa. Namun, seperti kita tahu, Ketua KPK saat ini dijabat polisi aktif Firli Bahuri. Sedang atasan Firli di kepolisian adalah Kapolri Jenderal Idham Aziz. Secara struktur ketatanegaraan kedudukan Kapolri di bawah presiden, sehingga harus tunduk kepadanya. Karena itu, jika presiden tidak berkenan ada pejabat Polri diusut lantaran terlibat korupsi, niscaya KPK takkan bisa berbuat apa-apa. Itulah dilema yang dihadapi KPK saat ini. (Hudono)