Dilema Kedudukan KPK

photo author
- Selasa, 28 Januari 2020 | 20:24 WIB
C30april2019
C30april2019


-
ilustrasi

ADA fenomena menarik dalam institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah seorang anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris mengaku terus terang bahwa UU No 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK yang lama bertujuan untuk melemahkan lembaga antirasuah ini. Lantas, mengapa Syamsuddin Haris bersama kawan-kawan, seperti Artidjo Alkostar, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Albertania Ho bersedia duduk sebagai anggota Dewas ?

Tak lain, menurut pengakuan Haris, dirinya dan kawan-kawan ingin menahan laju pelemahan KPK. Karena itu ia berharap masyarakat mengawasi pemberlakuan UU yang baru tersebut. Memang agak aneh, bukankah seharusnya Dewas bertugas mengawasi kerja komisioner KPK ? UU No 19 Tahun 2019 antara lain mengamanatkan kepada Dewas untuk menyusun kode etik bagi pimpinan KPK serta berwenang memberi atau tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.

Dewas adalah bagian dari sistem yang ada di KPK. Kalau Dewas saja mengakui UU No 19 Tahun 2019 bertujuan melemahkan, lantas apa yang bisa diharapkan dari kerja KPK dalam memberantas korupsi ? Banyak pihak merasa pesimis lembaga antikorupsi ini bisa bekerja maksimal, apalagi dalam struktur kelembagaan, KPK berada di bawah presiden. Bagaimana mau independen ? Padahal, seperti kita tahu, KPK disegani dan ditakuti para koruptor lantaran lembaganya bersifat independen. Tapi kalau di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, apa lagi yang bisa diharapkan ?

Kita masih ingat ketika Susilo Bambang Sudhoyono (SBY) menjabat presiden, besannya sendiri yang waktu itu menjadi petinggi di BI, Aulia Pohan, dicokok KPK. SBY pun tak bisa melakukan intervensi, karena sadar bahwa lembaga tersebut bukan berada di bawah presiden. Bagaimana kondisi sekarang ? Kita sulit untuk optimis.

Misalnya, bila ada pejabat di kepolisian melakukan korupsi, bisakah KPK menyeretnya hingga ke pengadilan ? Seharusnya bisa. Namun, seperti kita tahu, Ketua KPK saat ini dijabat polisi aktif Firli Bahuri. Sedang atasan Firli di kepolisian adalah Kapolri Jenderal Idham Aziz. Secara struktur ketatanegaraan kedudukan Kapolri di bawah presiden, sehingga harus tunduk kepadanya. Karena itu, jika presiden tidak berkenan ada pejabat Polri diusut lantaran terlibat korupsi, niscaya KPK takkan bisa berbuat apa-apa. Itulah dilema yang dihadapi KPK saat ini. (Hudono)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X