Anak Langgar Lalin

photo author
- Minggu, 18 November 2018 | 20:35 WIB

-
ilustrasi OPERASI Zebra Progo 2018 telah berakhir 12 November lalu. Pelanggaran didominasi pengendara sepeda motor. Lebih khusus lagi, seperti di Kulonprogo, dari sekian banyak pelanggaran sepeda motor, didominasi pelajar. Dari sekitar 5.494 pengendara yang melanggar, 3.804 di antaranya adalah anak-anak atau pelajar. Karena masih anak-anak, tentu saja usianya masih di bawah 17 tahun. Meski secara keseluruhan ada kecenderungan pelanggaran menurun, namun pelanggaran yang didominasi anak-anak ini tentu tentu tak boleh diabaikan. Kalau anak-anak sudah berani melanggar, bagaimana kelak setelah mereka dewasa ? Banyaknya jumlah pelanggar lalu lintas, apalagi didominasi anak-anak, bukan saja menjadi keprihatinan kita bersama, melainkan juga memperlihatkan ada yang salah dalam sistem pendidikan kita. Lebih khusus lagi, sejauh mana peran orangtua mengawasi amak-anak mereka. Sebab, baik langsung maupun tak langsung, pelanggaran yang dilakukan anak-anak terjadi lantaran toleransi orangtua. Orangtua yang membelikan motor untuk anaknya yang belum beusia 17 tahun, jelas merupakan pelanggaran yang disengaja. Mereka pasti tahu bahwa anaknya yang belum berusia 17 tahun belum berhak mengendarai sepeda motor. Mengapa orangtua memaksakan diri membelikan motor untuk anaknya ? Sudah tepat langkah kepolisian yang mengeluarkan surat tilang kepada anak-anak yang melanggar lalu lintas lantaran tidak memiliki SIM. Harapannya, ketika harus menjalani sidang, anak-anak tersebut didampingi orangtuanya. Ini bukan hanya menjadi pembelajaran bagi anak, tapi juga orangtua. Sementara di kalangan anak-anak sendiri acap muncul kebanggaan ketika berurusan dengan kepolisian. Seolah-olah kalau sudah melanggar menjadi terlihat pemberani. Padahal anggapan seperti itu salah sama sekali. Justru anak yang tak pernah melanggar aturan, itulah yang patut dibanggakan, tidak malah sebaliknya. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pelajar, boleh dibilang awal dari malapetaka. Sebab, kalau hal ini dibiarkan, mereka akan menjadi-jadi dan menganggap pelanggaran sebagai kebanggaan. Kasus klitih atau geng motor bisa saja berawal dari pelanggaran administratif seperti tidak memiliki SIM. Dari pelanggaran yang terkesan sepele ini, lama-lama bisa meningkat, misal bikin onar di jalan. Aparat kepolisian hendaknya tak perlu memberi toleransi kepada anak-anak yang melanggar lalu lintas. Harus ada semacam  shock therapy atau terapi kejut agar mereka jera. (Hudono)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X