-
ilustrasi
OPERASI Zebra Progo 2018 telah berakhir 12 November lalu. Pelanggaran didominasi pengendara sepeda motor. Lebih khusus lagi, seperti di Kulonprogo, dari sekian banyak pelanggaran sepeda motor, didominasi pelajar. Dari sekitar 5.494 pengendara yang melanggar, 3.804 di antaranya adalah anak-anak atau pelajar. Karena masih anak-anak, tentu saja usianya masih di bawah 17 tahun.
Meski secara keseluruhan ada kecenderungan pelanggaran menurun, namun pelanggaran yang didominasi anak-anak ini tentu tentu tak boleh diabaikan. Kalau anak-anak sudah berani melanggar, bagaimana kelak setelah mereka dewasa ?
Banyaknya jumlah pelanggar lalu lintas, apalagi didominasi anak-anak, bukan saja menjadi keprihatinan kita bersama, melainkan juga memperlihatkan ada yang salah dalam sistem pendidikan kita. Lebih khusus lagi, sejauh mana peran orangtua mengawasi amak-anak mereka. Sebab, baik langsung maupun tak langsung, pelanggaran yang dilakukan anak-anak terjadi lantaran toleransi orangtua.
Orangtua yang membelikan motor untuk anaknya yang belum beusia 17 tahun, jelas merupakan pelanggaran yang disengaja. Mereka pasti tahu bahwa anaknya yang belum berusia 17 tahun belum berhak mengendarai sepeda motor. Mengapa orangtua memaksakan diri membelikan motor untuk anaknya ?
Sudah tepat langkah kepolisian yang mengeluarkan surat tilang kepada anak-anak yang melanggar lalu lintas lantaran tidak memiliki SIM. Harapannya, ketika harus menjalani sidang, anak-anak tersebut didampingi orangtuanya. Ini bukan hanya menjadi pembelajaran bagi anak, tapi juga orangtua.
Sementara di kalangan anak-anak sendiri acap muncul kebanggaan ketika berurusan dengan kepolisian. Seolah-olah kalau sudah melanggar menjadi terlihat pemberani. Padahal anggapan seperti itu salah sama sekali. Justru anak yang tak pernah melanggar aturan, itulah yang patut dibanggakan, tidak malah sebaliknya.
Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pelajar, boleh dibilang awal dari malapetaka. Sebab, kalau hal ini dibiarkan, mereka akan menjadi-jadi dan menganggap pelanggaran sebagai kebanggaan. Kasus klitih atau geng motor bisa saja berawal dari pelanggaran administratif seperti tidak memiliki SIM. Dari pelanggaran yang terkesan sepele ini, lama-lama bisa meningkat, misal bikin onar di jalan.
Aparat kepolisian hendaknya tak perlu memberi toleransi kepada anak-anak yang melanggar lalu lintas. Harus ada semacam shock therapy atau terapi kejut agar mereka jera. (Hudono)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Editor: admin_merapi