Mengungkap Kasus Susila

photo author
- Rabu, 14 November 2018 | 09:36 WIB

 
-
ilustasi HEBOH kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswi UGM saat mengikuti KKN di Maluku tahun 2017 belum juga mereda. Kasus tersebut mencuat setelah diangkat di penerbitan internal kampus. UGM pun seolah menjadi bulan-bulanan dan dianggap menutup-nutupi kasus tersebut. Bahkan Ombudsman RI menduga UGM melakukan maladministrasi. Sementara itu, Polda DIY juga belum pernah menerima aduan dari korban, sehingga sangat minim data. Benarkah ini kasus perkosaan ? Atau hanya kasus kesusilaan, namun bukan perkosaan ? Polisi tentu tak boleh gegabah mengkualifikasi suatu peristiwa sebagai tindak pidana perkosaan. Disebut perkosaan bila ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan untuk melakukan persetubuhan. Meskipun perkosaan bukanlah delik aduan, namun nampaknya kepolisian kesulitan data lantaran korban tidak melapor, serta tak ada saksi yang memberi keterangan. Memang, untuk kasus perkosaan sangat sulit mendapatkan saksi, kecuali korban itu sendiri. Terasa aneh bila ada saksi perkosaan namun hanya diam atau malah melihat. Bila itu yang terjadi, saksi tersebut justru dapat dikenai ancaman pidana lantaran tidak mencegah perbuatan pidana. Lantas apa yang harus dilakukan untuk mengungkap kasus tersebut. UGM yang telah membentuk tim independen tentu harus bekerja keras. Kalau memang ada indikasi ke arah pidana, maka kasusnya harus diproses hingga tuntas. Apalagi, isu pelecehan seksual tersebut sudah viral di media sosial. Walau demikian, tidak pula tertutup kemungkinan bahwa kasusnya bukan pidana. Bila ini yang terjadi, kasusnya bisa diselesaikan secara keperdataan atau musyawarah kekeluargaan. Bahwa kemudian ada gerakan mendukung korban melalui hastag #kitaAGNI, tentu harus ditempatkan secara proporsional. Kini yang paling penting adalah mengklarifikasi terlebih dulu kejadiannya. Faktanya seperti apa ? Kasus kesusilaan tak selalu identik dengan perkosaan. Tanpa pretensi apapun, peristiwanya harus di-<I>clear<P>-kan dulu. Misalnya, ketika pasangan muda-mudi melakukan hubungan seksual atas dasar suka sama suka, kemudian salah satu pihak kecewa lantaran pasangannya tak mau bertanggung jawab, tentu tindakan ini tak bisa dikategorikan sebagai perkosaan, walaupun secara moral telah terjadi pelanggaran kesusilaan. Bagaimana dengan kasus di UGM ? Bila memang ada indikasi pidana perkosaan, sebaiknya korban segera melapor meski kasusnya sudah terjadi setahun lalu. Percayakan kepada polisi untuk mengungkap kasus tersebut. (Hudono)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X