Momok Geng Pelajar

photo author
- Kamis, 18 Oktober 2018 | 21:06 WIB

 
-
Momok Geng Pelajar LANGKAH jajaran kepolisian Sleman membubarkan geng pelajar, patut diapresiasi. Meski tidak langsung membubarkan secara frontal dan menyeluruh, namun paling tidak langkah tersebut bisa menjadi pendorong bagi geng-geng yang masih ada untuk membubarkan diri. Hal yang patut diapresiasi lagi, pembubaran itu tidak dilakukan secara paksa, melainkan mereka sendiri yang membubarkan diri. Upaya pembubaran geng pelajar harus didukung semua pihak, termasuk masyarakat. Namun, yang paling berkompeten adalah pelajar, sekolah, orangtua dan kepolisian. Bila pembubaran dipaksakan, dikhawatirkan malah tidak efektif. Bahkan, mereka akan tetap eksis meski secara sembunyi-sembunyi. Pendekatan yang bersifat persuasif ini nampaknya lebih efektif, mengingat usia mereka (pelajar) masih labil. Apalagi, berdasar pengalaman, semakin dilarang, mereka semakin tertantang. Bahkan, melanggar aturan pun bisa menjadi semacam kebanggaan. Kita tentu masih ingat geng motor di Bandung yang sempat menggegerkan masyarakat. Untuk bisa masuk geng tersebut, anggotanya harus berani membacok sembarang orang. Korban dari masyarakat umum pun berjatuhan. Bagaimana kondisinya di Yogya ? Meski tidak separah kota besar lainnya, namun melihat peristiwa kriminal yang selama ini terjadi, aktivitas geng remaja atau geng pelajar sangat meresahkan dan menjadi momok masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban aksi mereka. Geng pelajar yang sering menggunakan sepeda motor ini tak jauh beda dengan aksi klitih, karena mencari sasaran acak. Karenanya, membubarkan geng pelajar adalah kebutuhan demi keamanan masyarakat. Apalagi, keberadaan geng pelajar lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Meski mereka berdalih menyelenggarakan kegiatan positif, kenyataannya tetap berekses negatif. Apalagi, ketika dua geng bertemu, hal-hal sepele bisa menjadi pemicu keributan dan berujung tawuran. Kita tentu setuju pembubaran geng pelajar. Sebab, kalau dibiarkan, bisa jadi geng tersebut terus berkembang dan makin besar. Ujung-ujungnya, mereka meneror masyarakat. Kalau sudah mengganggu ketertiban umum, termasuk ketenteraman masyarakat, polisi tak boleh memberi toleransi. Siapapun yang bikin onar di masyarakat harus dilibas. Itu tentu menjadi tugas utama kepolisian, sedang masyarakat hanya membantu. Termasuk dalam menindak pelaku, sepenuhnya menjadi otoritas kepolisian. Jalanan di Yogya seharusnya steril dari geng yang cenderung meneror masyarakat. Kalau polisi tak bertindak, dikhawatirkan masyarakat akan bertindak sendiri-sendiri. (Hudono)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Tags

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X