-
ilustrasi
ORANG sering bilang hukum itu kejam. Dalam asas hukum dikenal ungkapan semua orang dianggap tahu hukum. Meski kenyataannya tidak tahu, tetap dianggap tahu hukum. Konsekuensinya, meski orang tersebut tidak tahu dirinya melanggar hukum, tetap dijatuhi hukuman. Mengapa demikian ? Sebab, bila asas tersebut tidak diberlakukan, orang akan seenaknya melanggar hukum. Kalau tertangkap akan berdalih tidak mengetahui hukumnya, dengan harapan tidak dihukum.
Padahal sebenarnya ada dua hal berbeda dalam ungkapan di atas. Pertama, boleh jadi orang tersebut memang benar-benar tidak tahu hukum sehingga melanggarnya. Kedua, pura-pura tidak tahu hukum kemudian melanggarnya dengan harapan tidak dihukum karena ketidaktahuannya.
Untuk yang disebut pertama, rasanya tidak adil bila orang itu benar-benar tidak tahu hukum namun dikenai sanksi. Tapi, hukum harus ditegakkan sehingga orang tersebut tetap dihukum. Jika tidak demikian, maka hukum akan kehilangan kepastiannya. Agaknya, kondisi inilah yang dialami dua nelayan Samas Bantul yang dijadikan tersangka karena menangkap kepiting dengan berat kurang dari 2 ons sebanyak 2,7 kg.
Sontak perlakuan Polair terhadap dua nelayan tersebut, Tm (32) dan Sp (30), membuat para nelayan Samas dan sekitarnya resah. Sebab, mereka merasa tak pernah mendapat sosialisasi terkait larangan tersebut. Terlebih mereka menangkap kepiting hanya untuk mencari nafkah. Mereka mengaku tak tahu larangan menangkap kepiting berat di bawah 2 ons. Mereka juga tak tahu bahwa tindakan Tm dan Sp melangar Permen Kelautan dan Perikanan No 56 Tahun 2016.
Dalam peraturan tersebut tidak disebut detail bentuk sanksinya, melainkan hanya disebut sanski sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 7 ayat 3). Peraturan perundang-undangan yang mana ? Maka dikaitkanlah dengan Pasal 7 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan, serta Pasal 7 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara atau denda Rp 1,5 miliar.
Bila aturan itu diterapkan kepada pengusaha yang menangkap kepiting, masih masuk akal. Namun bila diterapkan kepada Tm dan Sp yang notabene hanya nelayan berpenghasilan kecil sungguh terasa tidak adil. Itulah sebabnya, hukum tidak identik dengan keadilan. (Hudono)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Editor: admin_merapi