Guru Predator Anak

photo author
- Rabu, 14 Maret 2018 | 19:47 WIB

 
-
ilustrasi ORANGTUA adalah pelindung anak selama di rumah. Sedang ketika anak berada di sekolah, gurulah pelindungnya. Bagaimana seandainya sang guru bukannya melindungi, tapi malah memangsanya ? Inilah peristiwa ironis yang terjadi di Semarang. Seorang guru SD, FO diduga mencabuli siswi-siswinya dengan cara menggerayangi tubuh dan menciuminya. Salah satu korbannya, Cb (8) mengeluh kepada orangtuanya yang kemudian diteruskan ke Polrestabes Semarang Sabtu pekan lalu. Polisi pun masih menyelidiki kasus pencabulan ini dengan mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi. Agaknya polisi sangat hati-hati menangani kasus ini dan tidak segera menangkap atau menahan FO, melainkan memeriska saksi terlebih dulu. Bagaimana seandainya FO melarikan diri sebelum polisi menyentuhnya ? Mestinya, polisi tak perlu berlama-lama mengumpulkan barang bukti dan saksi, apalagi korbannya tak hanya satu orang. Rasanya tidak terlalu sulit untuk mencari barang bukti. Peristiwa tersebut tergolong ironis, karena FO yang mestinya melindungi anak didiknya, malah berbuat sebaliknya, memangsa dan merusak mereka. Meski hanya meraba-raba atau menciumi, tindakan FO jelas sudah masuk kategori pencabulan sehingga dijerat dengan UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun. Bahwa yang bersangkutan diduga mengalami kelainan seksual, tidaklah menghapus unsur kesalahan. Justru alangkah bahayanya menjadi pendidik yang memiliki kelainan seksual. Mestinya orang seperti FO tidak diperbolehkan mengajar daripada membahayakan siswa-siswinya. Artinya sebelum direkrut sebagai tenaga pengajar, paling tidak ada tes psikologi kepada yang bersangkutan. Mungkin karena rekrutmen tidak terlalu ketat, membuat FO lolos jadi guru, dan tak ada yang tahu bahwa yang bersangkutan mengalami kelainan seksual. Jika demikian, kontrol paling tidak harus dilakukan teman sejawatnya, sehingga kalau ada apa-apa bisa diketahui sejak awal. Untuk sementara guru yang bersangkutan harus dinonaktifkan dan tidak boleh berhubungan dengan siswanya. Jangan sampai peristiwa serupa terulang. Kasus tersebut tetap harus dibawa ke pengadilan. Biarlah pengadilan nanti yang memutuskan. Bisa saja nanti pengadilan selain menghukum yang bersangkutan, juga memerintahkan jaksa agar pelaku diterapi karena mengalami kelainan seksual. Meski begitu, kelainan seksual tak dapat menghapus pidananya. Anak-anak harus diselamatkan dari guru predator. (Hudono)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: admin_merapi

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB
X