DI saat pandemi Covid-19, aksi klitih bukannya hilang atau mereda, malah kambuh lagi. Seorang pemuda, M Fajar (22), warga Pakuncen Wirobrajan tiba-tiba diserang gerombolan klitih saat melintas di Jalan Cendana Umbulharjo pagi subuh pekan lalu.
Saat itu ia bersama tiga temannya dari arah Jalan Wonosari berpapasan dengan gerombolan klitih di perempatan SGM Umbulharjo. Tanpa diduga gerombolan klitih ini balik arah dan mengejar korban dan sampai di Jalan Cendana korban dibacok clurit mengenai punggung dan tangan.
Anehnya, mereka tidak saling mengenal dan tak ada pembicaraan apapun sebelumnya. Bahkan, menurut keterangan, saat berpapasan, mereka juga tidak bertengkar. Namun entah mengapa gerombolan klitih ini mengejar korban hingga melakukan pembacokan.
Baca Juga: Remaja di Sleman Dikeroyok 8 Orang, Tubuhnya Disundut Rokok
Barangkali itulah karakteristik klitih yang tak perlu motif apapun untuk melakukan kekerasan. Boleh jadi, mereka membacok hanya untuk eksistensi diri dan kesenangan belaka.
Seperti halnya sebuah geng yang sering bikin onar, melakukan kekerasan seolah menjadi ritual wajib yang harus dilakukan anggotanya. Semakin banyak melakukan kekerasan, semakin disegani oleh anggota geng lainnya.
Ini mirip dengan aksi klitih yang tanpa alasan jelas tiba-tiba melakukan pembacokan. Tidak ada motif ekonomi dalam peristiwa tersebut. Begitu pelaku melakukan kekerasan dan korbannya terluka, langsung kabur tanpa membawa barang apapun.
Baca Juga: Takut Divaksin Gara-gara Percaya Hoaks di Media Sosial
Ini berbeda dengan penjambretan atau perampokan yang pelakunya melakukan kekerasan dengan tujuan untuk mempermudah menggasak harta korban. Keduanya, baik klitih maupun penjambret sama bahayanya karena sangat merugikan masyarakat.
Namun fenomena klitih kiranya harus lebih mendapat perhatian serius, karena mereka bisa melakukan kekerasan terhadap siapa saja tanpa alasan atau motif tertentu.
Aksi klitih yang menimpa korban M Fajar, tak ubahnya teror yang ditujukan kepada masyarakat. Di saat warga sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 dan bertahan hidup dengan mencari nafkah, ada gerombolan yang kelebihan energi melakukan kekerasan terhadap warga hanya demi kesenangan belaka. M Fajar saat itu baru pulang kerja dari perusahaan ekspidiki di kawasan Gunungkidul.
Baca Juga: Terpapar Covid-19, Asisten III Sekda Sukoharjo Eko Adji Arianto Meninggal Dunia
Mestinya, gerombolan klitih ini mendapat sanksi yang lebih berat dibanding situasi biasa. Situasi pandemi tentu berbeda dengan situasi normal, sehingga bila ada orang yang melakukan kejahatan, apalagi menghabat orang lain yang sedang mencari nafkah, layak mendapat pemberatan hukum.
Hakimlah nanti yang memutuskan seberapa berat hukuman yang dijatuhkan kepada gerombolan klitih yang bikin onar di masyarakat.