DALAM situasi seperti sekarang ini, semua orang berpotensi menyebarkan hoax atau kabar bohong atau kabar menyesatkan. Sebab, hampir semua orang memegang gadget dan dengan mudahnya mengakses informasi dari manapun dan menyebarkannya ke siapapun. Bila informasi tersebut benar, tentu tak masalah, sebaliknya bila keliru dan menyesatkan, itu bisa menjadi masalah besar dan berdampak hukum.
Jajaran kepolisian sudah memproses ratusan atau mungkin ribuan kasus hoax seputar virus corona. Dari sekian banyak kasus itu ada yang ditindaklanjuti ada pula yang dihentikan. Akhirnya muncul kesan penanganan soal hoax diskriminatif. Dalam situasi seperti sekarang, sebenarnya aparat kepolisian lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan ketertiban masyarakat. Pendekatan hukum bukanlah satu-satunya cara untuk mewujudkan hal itu. Artinya, memang tidak semua berita hoax diproses lebih lanjut ke ranah hukum. Misalnya ketika pelaku memang benar-benar tidak mengetahui bahwa berita yang disebarkan itu adalah hoax dan tidak ada itikad buruk, tak serta merta diproses hukum.
Fenomena menarik terjadi di Wonosari Gunungkidul beberapa hari lalu. Seorang Ketua RW, Rusmanto menyebarkan hoax yang menyebut Klinik Fortuna Husada di Grogol Bejiharjo merawat 5 pasien positif Covid-19. Tak hanya itu, Ia juga menyebut ada staf puskesmas yang positif Covid-19. Padahal, setelah dicek kabar tersebut tidak benar. Rusmanto mengaku salah karena hanya mendapat informasi dari media sosial, kemudian yang bersangkutan meminta maaf. Kabar hoax tentu sangat merugikan, bukan saja bagi Klinik Fortuna Husada, tapi juga masyarakat, karena bisa menimbulkan kecemasan.
Namun, agaknya Rusmanto tidak menyadari bahwa kabar yang ia kutip dari medsos itu salah sehingga begitu saja ia bikin rekaman dan menyebarkannya. Terkait kasus ini, mungkin aparat kepolisian tak perlu memroses lebih lanjut lantaran yang bersangkutan telah menyadari kesalahannya. Orang seperti Rusmanto mungkin jumlahnya sangat banyak. Mereka jarang melakukan verifikasi untuk mengkroscek kebenaran kabar di medsos sehingga dianggap sebagai hal yang benar.
Itulah kelemahan medsos, karena tidak ada penanggungjawabnya. Berbeda dengan media mainstream yang jelas ada penanggungjawabnya. Pun berita yang disampaikan media mainstream jelas sumbernya dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, siapapun yang menerima informasi dari medsos, harus disaring dulu sebelum disharing. (Hudono)