ilustrasi
PERINTAH Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri untuk merazia pedagang minuman keras (miras) tidak main-main. Perintah tersebut ditujukan kepada seluruh jajaran kepolisian sampai tingkat Polsek untuk bertindak tegas terhadap pedagang miras menyusul tewasnya puluhan warga Jawa Barat akibat miras oplosan pekan lalu.
Di Yogya sendiri, miras oplosan juga sudah terbukti merenggut puluhan nyawa. Karena itu sudah tepat bila aparat kepolisian bertindak tegas terhadap para penjual miras. Meski demikian, tindakan tegas tersebut tentu tidak ngawur, melainkan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan tegas hanya ditujukan kepada para pedagang yang tidak mengantongi izin menjual miras.
Lantas, bagaimana terhadap mereka yang mengantongi izin ? Tentu tak boleh ditindak karena aktivitasnya legal. Harus kita akui, pemerintah masih mengizinkan penjualan miras dengan kandungan alkohol tertentu di tempat tertentu pula. Tujuannya agar orang umum, terutama remaja, tidak gampang mengaksesnya.
Miras hanya diedarkan di kalangan terbatas, misalnya di hotel berbintang yang notabene diperuntukkan wisatawan asing. Sedang untuk tempat lainnya, sangat dibatasi dengan perizinan yang ketat. Penertiban penjualan miras, bukan hanya urusan kepolisian, melainkan juga instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Inilah yang mestinya diawasi secara ketat. Artinya, jangan sampai distribusi salah sasaran.
Praktik selama ini, miras sangat mudah dijumpai di warung-warung kecil, penjual jamu di warung kelontong misalnya. Dari mana mereka mendapatkan barang tersebut ? Mestinya polisi menelusuri, sehingga bisa dilacak sumber pelanggarannya. Sedang khusus oplosan, tentu beda lagi, karena ada percampuran antara miras asli dengan zat lainnya yang sengaja dioplos oleh penggunanya.
Miras oplosan yang membawa maut, diduga karena ada kandungan zat yang sangat membahayakan. Bisa jadi zat berbahaya itu akan bereaksi secara kimiawi ketika dioplos dengan miras. Kepolisian perlu melibatkan ahli untuk mengetahui secara pasti kandungan zat berbahaya tersebut.
Sedang dari aspek peraturan perundang-undangan, selama ini aturan soal miras banyak ditemukan dalam peraturan daerah (Perda) dan pelanggarannya bersifat tipiring atau tindak pidana ringan. Barangkali inilah yang menjadi faktor penyebab pelaku tidak jera karena sifat pelanggarannya tergolong ringan. Kalaupun pelanggar dikenai denda dalam jumlah cukup besar, puluhan juta rupiah misalnya, nyatanya juga tak membuat jera. Karena itu, hukuman badan tetap diperlukan. (Hudono)