FW (28) warga Kapanewon Rongkop, Gunungkidul mungkin boleh dibilang menantu yang tak tahu diri dan tak bisa menjaga emosi.
Umumnya, menantu akan menghormati mertuanya dengan sepenuh hati, bukan malah menyia-nyiakan apalagi sampai menganiayanya. Dan itulah yang dilakukan FW.
Hanya gara-gara ditanya mertua tentang motornya yang rusak FW langsung naik pitam dan mencekik mertuanya, EK (78).
Baca Juga: Jurgen Klopp Teken Perpanjangan Kontrak dengan Liverpool Hingga 2026
Tak hanya itu, FW juga mengancam membunuh mertuanya. Untungnya, EK bisa melepaskan diri dan langsung lari menyelamatkan diri sembari meminta pertolongan.
Usai kejadian, EK langsung lapor polisi dan dalam waktu relatif singkat FW berhasil dibekuk dan harus mendekam di sel tahanan Polres Gunungkidul. Ini langkah yang tepat agar FW tidak berulah dan mengancam keselamatan orang lain.
Melihat kronologinya memang terkesan janggal, hanya gara-gara ditanya motornya yang rusak FW sampai mengancam membunuh mertuanya.
Baca Juga: Puan Maharani Ajak Kader PDIP Solid Memenangkan Hati Rakyat: Jangan Terpengaruh Survei!
Meski ancamannya belum diwujudkan, namun FW telah mencekik EK, sehingga masuk delik penganiayaan sebagaimana diatur Pasal 351 KUHP. Tindakannya bakal diancam pidana paling lama dua tahun delapan bulan penjara.
Namun, hakim nanti pasti akan mempertimbangkan faktor yang meringankan maupun memberatkan sehingga dapat mengambil putusan yang tepat. Boleh dibilang FW adalah menantu yang kurang ajar dan layak mendapat ganjaran setimpal karena telah mengancam membunuh mertuanya.
Menahan FW adalah langkah yang tepat. Sebab, bila tidak ditahan, dikhawatirkan yang bersangkutan mengulangi perbuatannya, bahkan bisa saja mewujudkan ancamannya membunuh mertua.
Baca Juga: Kepala PVMBG Hendra Gunawan Sebut Aktivitas Gunung Anak Krakatau Mereda
Sungguh ini terkesan tidak seimbang antara tindakan mertua yang hanya bertanya soal motor rusak namun malah dijawab dengan cekikan dan ancaman akan dibunuh.
Bisa saja FW mengalami gangguan emosional sehingga tak bisa mengendalikan emosi. Bila itu yang terjadi, tentu tetap tak bisa menghapus kesalahan.
Artinya, meski pelaku memiliki gangguan emosi, yakni emosinya tidak stabil tetap tak bisa menjadi alasan pemaaf atau pembenar perbuatan.