INI bukanlah pemandangan biasa di Gunungkidul yang notabene angka kasus bunuh dirinya tertinggi di DIY. Pun korban umumnya sudah masuk kategori lansia dengan kondisi sakit-sakitan menahun yang tak kunjung sembuh, serta kehidupan ekonomi yang pas-pasan.
Namun kali ini dilakukan seorang kepala sekolah sebuah SMP swasta yang baru dilantik. Diduga korban nekat bunuh diri dengan cara gantung diri di tebing Pantai Ngungap Gunungkidul pada hari Minggu. Sebab saat itu keluarga kebingungan mencari korban yang tak kunjung pulang.
Barulah keesokan harinya dengan bantuan Tim SAR korban ditemukan dalam kondisi menggantung di tebing Pantai Ngungap. Apa yang menyebabkan Jo, warga Wonosari itu, nekat mengakhiri hidup dengan cara yang tragis ? Tak ada yang tahu persis. Namun, berdasar keterangan sejumlah saksi, korban sebelumnya punya masalah keluarga. Masalah apa, masih belum jelas.
Seorang pendidik, apalagi kepala sekolah nekat bunuh diri, tentu menimbulkan pertanyaan masyarakat, ada apa ? Bukankah ia orang yang mestinya menjadi panutan masyarakat, bahkan sesuai akronim guru, yakni digugu dan ditiru.
Ternyata, anggapan tersebut tidak seluruhnya benar. Jo adalah orang biasa, meskipun profesinya sebagai pendidik. Boleh jadi ia mengalami masalah keluarga yang sangat berat dan tidak kuat menanggungnya.
Tentu penyelesaiannya bukan dengan cara membunuh diri sendiri, karena selain tidak sesuai dengan ajaran agama, juga mengingkari prinsip-prinsip pendidikan yang selama ini diajarkan di sekolah. Itulah manusia, tempatnya salah. Ini menjadi fenomena yang unik, karena sangat jarang kasus bunuh diri melibatkan guru atau pendidik.
Baca Juga: Ridwan Kamil Gugat Balik Lisa Mariana Senilai Rp105 Miliar Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik
Boleh jadi, walaupun secara ekonomi mungkin mampu, Jo punya masalah yang tidak dapat diselesaikannya sendiri, yang hanya ia pendam tanpa diceritakan kepada orang lain. Untuk itulah, seolah ia menanggung beban yang berat dan harus menanggungnya sendirian.
Bila kita mengetahui orang yang demikian, alangkah baiknya diajak bicara dan diminta menyampaikan uneg-unegnya sehingga tidak menjadi beban. Soal bagaimana solusinya, tentu harus didiskusikan bersama.
Lantas apa peran Satgas Antibunuh diri yang pernah dibentuk di Gunungkidul ? Nampaknya tidak cukup efektif, terbukti kasus bunuh diri di wilayah itu masih tergolong tinggi.
Dengan kondisi demikian, tetap harus ada upaya untuk paling tidak meminimalisasi angka bunuh diri. Orang harus menghargai nyawanya sendiri. (Hudono)