cermin

Kepala sekolah gantung diri, fenomena apa ?

Kamis, 26 Juni 2025 | 12:30 WIB
ilustrasi (dok harianmerapi.com)

INI bukanlah pemandangan biasa di Gunungkidul yang notabene angka kasus bunuh dirinya tertinggi di DIY. Pun korban umumnya sudah masuk kategori lansia dengan kondisi sakit-sakitan menahun yang tak kunjung sembuh, serta kehidupan ekonomi yang pas-pasan.

Namun kali ini dilakukan seorang kepala sekolah sebuah SMP swasta yang baru dilantik. Diduga korban nekat bunuh diri dengan cara gantung diri di tebing Pantai Ngungap Gunungkidul pada hari Minggu. Sebab saat itu keluarga kebingungan mencari korban yang tak kunjung pulang.

Barulah keesokan harinya dengan bantuan Tim SAR korban ditemukan dalam kondisi menggantung di tebing Pantai Ngungap. Apa yang menyebabkan Jo, warga Wonosari itu, nekat mengakhiri hidup dengan cara yang tragis ? Tak ada yang tahu persis. Namun, berdasar keterangan sejumlah saksi, korban sebelumnya punya masalah keluarga. Masalah apa, masih belum jelas.

Baca Juga: Komentar bijak Pasha Ungu usai Dimas Anggara minta maaf ke Kiesha Alvaro: Insya Allah semua ada hikmahnya

Seorang pendidik, apalagi kepala sekolah nekat bunuh diri, tentu menimbulkan pertanyaan masyarakat, ada apa ? Bukankah ia orang yang mestinya menjadi panutan masyarakat, bahkan sesuai akronim guru, yakni digugu dan ditiru.

Ternyata, anggapan tersebut tidak seluruhnya benar. Jo adalah orang biasa, meskipun profesinya sebagai pendidik. Boleh jadi ia mengalami masalah keluarga yang sangat berat dan tidak kuat menanggungnya.

Tentu penyelesaiannya bukan dengan cara membunuh diri sendiri, karena selain tidak sesuai dengan ajaran agama, juga mengingkari prinsip-prinsip pendidikan yang selama ini diajarkan di sekolah. Itulah manusia, tempatnya salah. Ini menjadi fenomena yang unik, karena sangat jarang kasus bunuh diri melibatkan guru atau pendidik.

Baca Juga: Ridwan Kamil Gugat Balik Lisa Mariana Senilai Rp105 Miliar Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Boleh jadi, walaupun secara ekonomi mungkin mampu, Jo punya masalah yang tidak dapat diselesaikannya sendiri, yang hanya ia pendam tanpa diceritakan kepada orang lain. Untuk itulah, seolah ia menanggung beban yang berat dan harus menanggungnya sendirian.

Bila kita mengetahui orang yang demikian, alangkah baiknya diajak bicara dan diminta menyampaikan uneg-unegnya sehingga tidak menjadi beban. Soal bagaimana solusinya, tentu harus didiskusikan bersama.

Lantas apa peran Satgas Antibunuh diri yang pernah dibentuk di Gunungkidul ? Nampaknya tidak cukup efektif, terbukti kasus bunuh diri di wilayah itu masih tergolong tinggi.

Dengan kondisi demikian, tetap harus ada upaya untuk paling tidak meminimalisasi angka bunuh diri. Orang harus menghargai nyawanya sendiri. (Hudono)           

 

BalasTeruskan

Tambahkan reaksi

Halaman:

Tags

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Perlu penertiban pengamen di Jogja 

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:00 WIB

Begini jadinya bila klitih melawan warga

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:30 WIB

Juragan ikan ketipu perempuan, begini modusnya

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Ngeri, pekerja tewas di septic tank, ini gara-garanya

Minggu, 14 Desember 2025 | 09:00 WIB

Pak Bhabin kok urusi kawin cerai

Minggu, 14 Desember 2025 | 08:30 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Waspadai bukti transfer palsu

Jumat, 12 Desember 2025 | 12:30 WIB