JELANG Pemilu 2024, Densus 88 Antiteror kembali menangkap tiga terduga teroris di Boyolali, dua di antaranya pasangan suami istri, baru-baru ini.
Mereka ditangkap di rumah indekos Desa Ketaon Banyudono, sedang seorang lagi ditangkap di Desa Tambak Kecamatan Boyolali. Penangkapan tersebut disaksikan aparat desa setempat sebagai saksi.
Berdasar keterangan masyarakat di sekitar lokasi, pasangan suami istri yang ditangkap Densus 88 jarang bersosialisasi dengan warga sekitar. Mereka dikenal tertutup dan tak pernah mengikuti kegiatan sosial. Polisi masih menyelidiki kelompok mereka, atau hal yang terkait dengan jaringannya.
Baca Juga: Desentralisasi Pengelolaan Sampah Tahun 2024, Pemkot Yogyakarta Optimalkan TPS 3R dan TPST
Seperti kita ketahui, dalam penggerebekan terduga teroris, acap aparat kepolisian setempat tak diberi tahu. Tahu-tahu datang Densus 88 dari pusat dan langsung menggerebek target operasi. Pengurus RT atau RW diminta menjadi saksi ketika dilakukan penggerebekan dan penyitaan barang.
Sebelum penggerebekan, mestinya aparat Densus 88 telah melakukan penelusuran atau penyelidikan menyangkut keberadaan terduga teroris. Sehingga, ketika digerebek, barang bukti sudah didapat dan memudahkan proses hukum selanjutnya.
Persoalannya, mengapa masyarakat sekitar lokasi penggerebekan tak tahu menahu bahwa di lingkungannya ada terduga teroris ?
Baca Juga: Meriahnya Perayaan Pergantian Tahun di Malioboro, Penyulut Flare Berhasil Dihalau Polisi
Hal itu kiranya perlu menjadi catatan. Sebab, berdasar pengalaman selama ini, terduga teroris akan berbaur dengan masyarakat. Mereka tak menunjukkan gerak-gerik mencurigakan sehingga relatif diterima masyarakat. Tapi tetap saja ada hal yang tidak lumrah dan kita sebut mencurigakan, antara lain orangnya terkesan tertutup dan tak pernah ikut kegiatan sosial.
Mungkin ini bisa menjadi titik awal untuk identifikasi. Orang yang tak pernah bergaul dengan masyarakat sekelilingnya patut dicurigai, ada apa ? Boleh jadi, ini sebagai deteksi dini masuknya orang-orang asing yang tidak dikenal dan bikin masalah di masyarakat. Tidak ‘srawung’ dengan masyarakat bisa menjadi indikasi awal kecurigaan bahwa ada yang tidak beres dengan orang tersebut.
Memang kita tidak buru-buru menyimpulkan bahwa seseorang terlibat terorisme, tanpa didukung bukti kuat. Namun, bila orang tersebut tertutup dan tak mau bergaul dengan masyarakat, patut kiranya kita curiga.
Apalagi bila orang tersebut tidak meminta izin kepada pengurus RT atau RW saat masuk kampung. Jadi, sesungguhnya identifikasi seseorang, terutama yang baru masuk kampung, menjadi kompetensi pengurus kampung bersangkutan untuk memeriksanya, yakni melalui KTP yang ia bawa. Bila tak ber-KTP maka patut dicurigai pasti ada hal yang tak beres. (Hudono)