MEMBUANG sampah di Kota Jogja bisa diibaratkan membuang hajat. Usai buang sampah, lega rasanya. Membuang sampah di Kota Jogja adalah sebuah kemewahan.
Bayangkan, setelah sampah mengendap berhari-hari di rumah dan menimbulkan bau dan mendatangkan lalat, akhirnya bisa dibuang meski harus menunggu berjam-jam datangnya truk pengangkut sampah di depo.
Untuk membuang dan melemparkannya di truk pun butuh perjuangan. Begitu truk datang, warga berhamburan mendekat dan langsung melempar sampah bawaannya ke dalam bak truk DLH. Inilah fenomena yang terekam di kawasan Kotagede Jogja hari-hari belakangan ini.
Baca Juga: Tujuh Mall di Jogja Gelar Indonesia Shopping Festival 2023, Ada Diskon hingga 78 Persen
Padahal, truk dalam kondisi belum berhenti, masih bergerak untuk parkir, namun hajat untuk membuang sampah sudah tak tertahankan, hingga beberapa kantong berisi sampah jatuh berserakan di jalan lantaran lemparan tak tepat masuk bak truk.
Ini problem riil persampahan di Kota Jogja pascaditutupnya TPST Piyungan karena kapasitasnya sudah tidak memadai. Belakangan warga bisa membuang sampah ke depo namun dibatasi, baik kapasitas maupun jamnya. Perhari Kota Jogja menghasilkan sekitar 210 ton sampah dan yang bisa dibuang ke TPST Piyungan hanya 100 ton, nah sisanya ini mau dibuang ke mana, masih jadi persoalan.
Kampanye memilah sampah, antara organik, anorganik dan residu memang baik dan perlu terus digulirkan. Namun rasanya untuk saat ini belum efektif dan belum signifikan mengurangi sampah. Sebab untuk memilah, tetap butuh waktu.
Belum lagi untuk mengolah sampah anorganik menjadi barang yang bernilai ekonomis, butuh proses dan tak semua bisa. Artinya, hasilnya tidak serta merta dapat dilihat dan dirasakan.
Baca Juga: Manchester United Tertarik Boyong Leon Goretzka dari Bayern Muenchen
Dalam kondisi sekarang ini, tetap harus ada langkah cepat dan efektif untuk mengatasi persampahan di Kota Jogja khususnya. Apalagi, Kota Jogja nyaris tak punya lahan untuk membuang atau mengubur sampah, berbeda dengan Bantul, Sleman, Kulonprogo maupun Gunungkidul yang relatif punya lahan luas.
Jadi, tentu saja, membuang dan mengolah sampah jangan hanya dibebankan kepada warga, tapi juga pemerintah daerah. Mengapa ? Karena warga sudah banyak dibebani dengan aneka pajak yang cukup memberatkan.
Padahal, pajak tersebut harus digunakan untuk kepentingan masyarakat, termasuk untuk penyediaan sarana dan prasarana publik, tak terkecuali menyediakan tempat pembuangan sampah yang representatif.
Baca Juga: 30 polisi di Jateng dipecat, ini planggaran yang mereka lakukan
Siapa yang cari solusi ? Mestinya pemerintah daerah yang notabene punya kemampuan, baik dari segi SDM mapun fasilitas. (Hudono)