JAKARTA, harianmerapi.com - Polemik terkait memberikan ucapan hari besar keagamaan tidak perlu diributkan karena umat dapat memilih pandangan tafsir para ahli yang diyakini.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad Windan Sukoharjo, Jawa Tengah KH Mohammad Dian Nafi mengatakanm setiap warga dapat memilihnya.
"Yang menolak (mengucapkan selamat hari raya untuk agama lain) itu juga disasarkan pada penjelasan kitab tafsir. Yang memaklumi, biasanya ditujukan kepada pejabat publik yang harus mengayomi semua masyarakat,” ujar KH Mohammad Dian Nafi dikutip dari siaran pers di Jakarta, Sabtu (25/12/2021).
Di samping itu, menurut Kiai Dian Nafi, sapaan akrab KH Mohammad Dian Nafi, masyarakat hanya perlu berkomunikasi secara baik untuk merajut harmoni karena hubungan yang saling menenggang pun sudah menggembirakan bagi penganut agama dalam menikmati hari-hari besarnya, tanpa perlu meributkan ucapan selamat.
Baca Juga: Sandiaga Uno Pamer Jalan Kaki ke kantor Prabowo, Komentar Kiky Saputri Disorot Warganet
Lebih lanjut, Kiai Dian Nafi yang juga merupakan Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah itu, menyampaikan empat poin yang perlu ditanamkan umat Muslim untuk membangun toleransi antarumat beragama.
Empat poin itu dapat diimplementasikan dalam kehidupan beragama dan berbangsa.
Pertama, kata dia, memperdalam ilmu agama dari beragam sumber yang baik.
“Kedua, mengambil teladan tokoh-tokoh Muslim yang sukses mengembangkan persaudaraan kebangsaan. Merekalah para ulama negarawan yang dilahirkan dari perjuangan membangun kerukunan kebangsaan dan hasil dari pendidikan yang berpihak kepada masa depan bangsa,” katanya pula.
Baca Juga: Menangis Saat Main Bareng Ria Ricis, Fuji An Kangen Vanessa Angel?
Lalu, yang ketiga adalah memperhatikan sejarah pasang surut bangsa-bangsa.
Dari sejarah itu, menurut Kiai Dian Nafi, dapat dilihat keberhasilan mereka dalam membangun kerukunan kebangsaan yang berbuahkan kesentosaan bagi negara.
“Keempat adalah memulai dari simpul yang terjangkau dengan kegiatan yang mudah dilakukan dan pelajaran yang didapat diperkuat untuk kegiatan lanjutan,” kata Kiai Dian Nafi.
Ia juga menyampaikan penanaman moderasi beragama, yaitu mengamalkan agama tidak secara ekstrem, menjadi berkaitan dengan kemaslahatan umat. Kemaslahatan itu dapat dimaknai sebagai suatu keadaan baik yang menjadi tujuan manusia dalam menjalani hidup.
"Dalam ilmu ushul fiqh, ada tiga tingkatan kemaslahatan dalam konteks bernegara. Pertama, dharuriy (primer), yaitu menjaga kerukunan dan persatuan sesama warga bangsa. Hal ini mutlak dibutuhkan untuk menjaga keutuhan bangsa dan kesentosaan negara,” ujar Kiai Dian Nafi.