nasional

Kritis dan Skeptis. Salah Satu Kiat Supaya Terhidar Dari Hoaks

Jumat, 20 Agustus 2021 | 18:14 WIB
Ilustrasi - Virus Covid-19 (coronavirus) ditampilkan di layar smartphone. Kata Berita Palsu muncul di latar belakang layar laptop (ANTARA/Shutterstock)

JAKARTA, harianmerapi.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta agar masyarakat bersikap kritis dan skeptis saat membaca informasi yang berseliweran di media sosial agar tidak terjebak hoaks. Setidaknya waspadai judul informasi yang bombastis dan bersifat provokatif.

"Waspadai mulai dari judulnya, masyarakat harus membiasakan diri untuk skeptis agar tidak langsung percaya saat membaca berita dengan judul provokatif," kata Koordinator Pengendalian Konten Internet Kominfo Anthonius Malau dalam bincang-bincang "Edukasi Misinformasi Covid-19", Jumat (20/8/2021).

Mewaspadai judul yang bombastis bisa dilakukan banyak orang, termasuk kalangan yang tidak terlalu mengerti cara melakukan verifikasi fakta di dunia maya, katanya.

Dia menyarankan masyarakat untuk mencari sumber berita resmi yang membahas topik serupa sebagai pembanding yang bisa membantu mengidentifikasi informasi yang faktual.

Kemudian, periksalah apakah sumber berita yang tersebar memang dari institusi terpercaya. Identifikasi apakah informasi tersebut berdasarkan fakta atau opini.

Baca Juga: Daihatsu Rocky Warna Kuning Ini Menjadi Mobil ke-7 Juta Yang Diproduksi ADM

​​​​​Cek juga keaslian foto yang disematkan dalam informasi tersebut. Ada fitur reverse image search dari platform seperti Google atau Yandex dengan melakukan drag and drop pada kolom pencarian gambar. Nantinya akan terlihat asal mula dari gambar tersebut. Berita berisi informasi tidak benar bisa menampilkan foto dari sumber yang tidak berkaitan dengan keterangan provokatif.

Untuk pemeriksaan fakta dengan teknis lebih rumit, dia menyarankan kepada orang-orang yang tidak terlalu memahami caranya agar meminta tolong kepada orang terdekat yang tidak gagap internet.

"Bisa tanyakan kepada anak untuk cek foto, saya lihat anak muda lebih skeptis dan lebih kritis," katanya.

Dia memaparkan alasan mengapa masih saja ada masyarakat yang percaya akan hoaks. Ada orang-orang yang enggan percaya kebenaran dan memilih hanya percaya kepada apa yang sesuai dengan anggapannya.

"Apa yang benar ya sesuai anggapan dia. Apa kata ilmuwan dan pakar tidak berguna untuknya karena dia dalam posisi hanya yakin apa yang dia atau kelompoknya percayai," jelas Anthonius.

Baca Juga: Fakta Baru, Ibu-Anak Korban Pembunuhan di Subang Diduga Tewasnya Tidak Bersamaan

Malas mengecek ulang isi informasi juga menjadi faktor lain dari kenapa masih ada orang yang percaya hoaks. Ini bisa disebabkan karena tidak tahu caranya atau gara-gara algoritma media sosial sering menampilkan konten yang banyak dikomentari dan dibagikan. Ada juga orang yang menganggap sebuah informasi benar karena telah viral.

"Ada hoaks lama bersemi kembali, karena muncul berulang-ulang orang jadi berpikir itu benar."

Faktor lainnya adalah orang yang sudah memberi opini padahal baru membaca judul, belum membaca berita seutuhnya. Ini bisa disebabkan karena orang tersebut sedang menghemat paket kuota internet sehingga tidak mau membuka situs berita, atau tersulut emosinya gara-gara judul yang bombastis, serta tidak bisa membedakan mana sindiran dan kebohongan.

Di tengah pandemi Covid-19, kata Anthonius, bahaya yang mengancam bukan cuma virus corona, tetapi juga hoaks mengenai Covid-19.

Halaman:

Tags

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB